Salin Artikel

PK Jokowi Terkait Vonis Gugatan Karhutla Kalteng Dikecam

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga penelitian dan advokasi perlindungan lahan gambut, Pantau Gambut, mengecam keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengajukan peninjauan kembali (PK) atas vonis melawan hukum dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Tengah.

"Pantau Gambut mengecam upaya PK dari Presiden tersebut," kata Campaigner Pantau Gambut Wahyu A. Perdana, dalam keterangan pers yang diterima pada Senin (7/11/2022).

Menurut situs Mahkamah Agung (MA), permohonan PK untuk kasus pada 2015 itu didaftarkan pada 3 Agustus 2022.

Saat ini status PK sudah terdaftar dengan nomor registrasi perkara 980 PK/PDT/2022.

Adapun pemohon PK terdiri dari Negara Republik Indonesia cq Presiden Republik Indonesia cq Menteri Dalam Negeri cq Gubernur Kalimantan Tengah (Pemohon I).

Lalu Negara Republik Indonesia cq Presiden Republik Indonesia cq Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Pemohon II). Kemudian Negara Republik Indonesia cq Presiden Republik Indonesia (Pemohon III).

"Dan banyak diantaranya yang belum dieksekusi hingga sekarang," ujar Wahyu.

Selain itu, kata Wahyu, upaya PK oleh Jokowi dkk., akan membuat ekosistem gambut semakin berisiko dan bisa berdampak signifikan terhadap perubahan iklim.

Wahyu memaparkan, menurut data Pantau Gambut terhadap data kebakaran gambut milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2015 dan 2019, sebanyak 14 persen area lahan gambut yang terbakar berada di Provinsi Riau.

Kemudian, lanjut Wahyu, 36 persen berada di Provinsi Kalimantan Tengah, lokasi di mana gugatan citizen lawsuit (CLS) terhadap kasus karhutla diajukan. Sedangkan sisanya tersebar pada provinsi yang memiliki lahan gambut lainnya.

"Upaya PK justru menunjukkan lemahnya komitmen iklim dan perlindungan ekosistem gambut yang terdampak karhutla dan berdampak signifikan pada pemanasan global, terlebih pasca
disahkannya Omnibus Law, dan hilangnya kewenangan supervisi konsesi oleh BRGM (Badan Restorasi Gambut dan Mangrove)," ucap Wahyu.

Wahyu juga menyinggung pengajuan PK oleh Presiden Jokowi yang dilakukan menjelang Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP27) seolah mengingatkan pernyataan Menteri KLHK Siti Nurbaya Bakar pada 2021 lalu di Glasgow, Skotlandia.

Pernyataan Siti yang dimaksud Wahyu adalah, "pembangunan besar-besaran di era Presiden Joko Widodo tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau deforestasi."

Adapun status permohonan PK itu saat ini masih dalam proses pemeriksaan majelis.

Perkara ini diadili oleh Ketua Majelis PK Zahrul Rabain dengan dua hakim anggota, yakni Ibrahim dan M Yusuf Wahab serta panitera pengganti Retno Susetyani.

Sebelumnya, MA menolak kasasi Presiden Jokowi dan sejumlah pejabat lainnya yang menjadi pihak tergugat dalam kasus kebakaran hutan di Kalimantan Tengah.

Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan, majelis hakim menguatkan putusan di tingkat sebelumnya yakni Pengadilan Negeri Palangkaraya dan Pengadilan Tinggi Palangkaraya.

"Menurut majelis hakim kasasi, putusan judex facti dalam hal ini putusan pengadilan tingkat banding pada Pengadilan Tinggi Palangkaraya yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Palangkaraya sudah tepat dan benar dalam pertimbangan hukumnya," kata Andi di Kompleks MA pada 19 Juli 2019 lalu.

Dengan ditolaknya kasasi tersebut, kata Andi, pemerintah diminta mengeluarkan peraturan-peraturan untuk menanggulangi dan menghentikan kebakaran hutan di Kalimantan.

Secara terpisah, pada 2019 lalu Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, sudah berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait putusan itu.

Intinya, kata dia, pemerintah telah mengambil langkah-langkah perbaikan dalam menangani persoalan karhutla.

"Pemerintah sudah mengambil langkah, satu perbaikan atas tuntutan. Maka Menteri Kesehatan, Menteri Kehutanan telah bekerja sesuai perintah Presiden," ujar Moeldoko.

Selain itu, kata Moeldoko, Presiden Jokowi telah mengambil langkah-langkah taktis di lapangan dalam menyelesaikan karhutla.

Upaya itu pun terbukti membuahkan hasil karena kebakaran hutan dan lahan saat ini telah mengalami penurunan signifikan.

"(Karhutla) sudah berkurang 98 persen hasilnya. BRG (Badan Restorasi Gambut) juga telah bekerja dan melaporkan kepada sata bahwa penggunaan parit disamping ada faktor ekonominya, juga memiliki penghambat berkembangnya api," tutur dia.

Mantan Panglima TNI itu pun menegaskan, pemerintah selama ini sudah membuat peraturan atau regulasi dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan karhutla dengan baik.

"Jadi pemerintah tidak menunggu, pemerintah telah melakukan langkah-langkah perbaikan yang jauh lebih penting," kata dia.

(Penulis : Dian Erika Nugraheny | Editor : Dani Prabowo)

https://nasional.kompas.com/read/2022/11/08/06000021/pk-jokowi-terkait-vonis-gugatan-karhutla-kalteng-dikecam

Terkini Lainnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke