Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Sidang, Jaksa Ungkap "Dana Komando" Petinggi AU 4 Persen dari "Cashback" Beli Heli AW-101

Kompas.com - 07/11/2022, 16:47 WIB
Syakirun Ni'am,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komsi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut perwira petinggi TNI Angkatan Udara (AU) membenarkan adanya dugaan cashback atau pengembalian dana 4 persen dari pembayaran pembelian helikopter Agusta Westland (AW)-101 2016-2017.

Hal ini Jaksa ungkapkan saat mencecar saksi Direktur Pusat Kelaikan Keselamatan Terbang dan Kerja TNI Angkatan Udara (Puslaiklambangjaau) Marsekal Pertama Fachri Adamy.

Kasus ini menjerat Direktur PT Diratama Mandiri, Irfan Kurnia Saleh. Adapun Fachri merupakan mantan kepala Dinas Pengadaan Angkatan Udara (Kadisadaau) pada 2016. Saat itu, ia juga menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Mulanya, Jaksa mencecar terkait tahapan pembayaran yang dilakukan TNI AU dalam membeli AW-101 yang sudah dilakukan dua termin yakni 60 persen dan 20 persen. Jaksa mengkonfirmasi apakah Fachri mengetahui adanya pengembalian tersebut.

Baca juga: Pembelaan Eks KSAU Usai Namanya Diseret Dalam Kasus Dugaan Korupsi Helikopter AW-101

"Pada saat pencairan pertama 60 persen ini ada pengembalian uang cash back, itu 4 persen kepada Dinas Keuangan, saksi tahu?” tanya Jaksa di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (7/11/2022).

Merespons pertanyaan ini, Fachri mengaku tidak tahu. Ia juga menyebut cashback 4 persen tidak diatur dalam kontrak pembelian AW-101.

Belum berhenti, Jaksa kemudian mengkonfrontir pengakuan Fachri dengan pernyataan saksi pada persidangan sebelumnya.

Menurut Jaksa, mereka menyatakan adanya dana komando (Dako) sebesar 4 persen dalam pembayaran pembelian AW-101.

“Saya tidak tahu ada dana komando karena itu di luar tupoksi saya sebagai PPK di dalam pengadaan barang dan jasa ini,” timpal Fachri.

Menanggapi hal ini, Jaksa kemudian membacakan keterangan yang disampaikan Fachri saat diperiksa penyidik KPK.

Baca juga: Disebut Terlibat Korupsi Helikopter AW-101, Eks KSAU: Jaksa Asal Bicara Tanpa Bukti

 

Jaksa menuturkan, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) nomor 17, Fachri mengaku mengetahui terdapat ‘dana komando’.

Ia mengaku mendengar ‘dana komando’ dari Kepala Pemegang Kas (Pekas) Letkol Administrasi Wisnu Wicaksono pada saat akan dilakukan pembayaran Surat Permintaan Pembayaran (SPP).

“Besarnya dana komando sebesar 4 persen dari setiap pembayaran termin,” kata Jaksa membacakan BAP Fachri.

Adapun besaran termin pertama dengan pembayaran 60 persen adalah senilai Rp 436.689.900.000 atau Rp 436 miliar.

Baca juga: Helikopter AW-101 Disebut Tak Bisa Dipelihara karena Dipasang Police Line

Jaksa melanjutkan, Fachri kemudian mengaku dirinya tidak mengetahui siapa yang memerintahkan ketentuan ‘dana komando’ tersebut.

“Bila dihitung besarnya dana komando dalam rupiah termin pertama ada Rp 17 miliar,” kata Jaksa mengutip BAP Fachri.

Fachri kemudian menyebut dana komando tersebut telah dikembalikan Wisnu kepada Irfan Kurnia Saleh. Hal ini ia ketahui selama proses penyidikan di Polisi Militer (POM) TNI.

"Dana komando" mengalir ke Eks KSAU?

Dalam persidangan sebelumnya, Bintara urusan Bayar MArkas Besar TNI AU, Sigit Suswanto mengatakan keberadaan ‘dana komando’ 4 persen merupakan hal yang sering dilakukan.

Sigit diketahui merupakan prajurit aktif TNI yang bertugas memegang kas di Mabes TNI AU.

“Dalam (pengadaan heli) AW-101 tidak ada kekhususan 4 persen, jadi semuanya sudah rutinitas,” kata Sigit sebagaimana dikutip dari Antara, Senin (31/10/2022).

Sebagai informasi, Jaksa mendakwa perbuatan Irfan membuat negara merugi Rp 738,9 miliar. Selain itu, Jaksa juga menyebut kasus ini menyangkut sejumlah pejabat TNI AU, termasuk mantan Kepala Staf TNI AU (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna.

Baca juga: Eks KSAU Disebut Dapat Jatah Rp 17,7 Miliar dari Korupsi Pembelian Helikopter AW 101

Agus disebut mendapatkan jatah Rp 17.733.600.000 yang disebut sebagai dana komando atau cashback 4 persen dari  pembayaran termin pertama tersebut.

Selain mendakwa Irfan merugikan negara miliaran rupiah, Jaksa juga mendakwanya memperkaya diri sendiri sebesar Rp 183.207.870.911,13.

Kemudian, memperkaya mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (purnawirawan) Agus Supriatna sebesar Rp 17.733.600.000 atau Rp 17,7 miliar.

Baca juga: Kilas Balik Pembelian Helikopter AW-101: Sempat Ditentang Jokowi, Kini Jadi Kasus Korupsi

Kemudian, memperkaya korporasi yakni Agusta Westland sebesar 29.500.000 dollar Amerika Serikat atau Rp 391.616.035.000 dan  perusahaan Lejardo. Pte.Ltd sebesar 10.950.826,37 dollar Amerika Serikat atau senilai Rp 146.342.494.088,87.

“Memperkaya orang lain yakni Agus Supriatna sebesar Rp 17.733.600.000,” ujar Arief.

Irfan didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com