Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Menjaga Kedaulatan Negara di Udara

Kompas.com - 06/11/2022, 06:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BAGI negara yang merdeka, maka kedaulatan negara adalah segala-galanya. Harkat dan martabat bangsa diukur dari apakah negaranya berdaulat atau tidak. Berdaulat dalam hal ini adalah berdaulat yang utuh, yaitu berdaulat di darat, laut, dan udara.

Contoh sederhana dari berdaulat adalah kebebasan beraktifitas di wilayah teritori negara sendiri tanpa harus memperoleh ijin terlebih dahulu dari pihak kekuasaan negara lain.

Dalam hal ini, maka yang banyak disoroti belakangan adalah kebebasan bergerak di wilayah udara teritori kita sendiri. Hal yang berkait langsung dari bagaimana cara menjaga kedaulatan negara di udara.

Dalam melaksanakan tugas menjaga kedaulatan negara di udara setidaknya ada empat hal penting untuk menjadi pertimbangan utama.

Ke empat hal tersebut adalah tentang rawannya wilayah udara, rawannya wilayah perbatasan, perlunya think tank kedirgantaraan, dan menentukan prioritas sistem senjata yang disiapkan.

Rawannya wilayah udara sudah dikhawatirkan banyak orang sejak zaman romawi kuno.

Konsep kepemilikan negara atas ruang udaranya berasal dari konsep hukum perdata Romawi kuno yang berbunyi: Cujus est solum, ejus usque ad coelum, yang berati "Barang siapa memiliki sebidang tanah, maka dia memiliki segala yang berada di atasnya sampai ke langit dan segala yang berada di dalam tanah”.

Hal ini, menurut Prof Priyatna Abdurrasjid, menunjukkan bahwa konsep “Open Sky” sudah ditentang sejak zaman Romawi Kuno.

Rawannya wilayah perbatasan berkait dengan Keamanan Nasional. Pada 5 September 1972, teroris Black September menerobos wilayah perbatasan Jerman masuk kawasan tempat tinggal atlet Israel di Olimpiade Musim Panas di Munich. Sebelas atlet Israel tewas.

Pada 26 September 1972, merespons tragedi itu, Polisi Federal Jerman membentuk pasukan elite, unit taktis operasi khusus antiterror Greenzschutzgruppe-9 atau Penjaga Perbatasan Grup 9.

Jerman membentuk pasukan khusus penjaga perbatasan yang kemudian dikenal sebagai GSG 9.

Contoh lain dari jebolnya pengamanan perbatasan adalah tragedi 9/11, di mana para teroris dapat menembus perbatasan, masuk ke wilayah Amerika Serikat, sekolah pilot di Amerika dan kemudian menjadi pilot kamikaze untuk menabrak twin tower di New York, meruntuhkan Gedung World Trade Center kebanggaan Amerika dan membunuh ribuan orang.

Perbatasan negara adalah kawasan kritis yang memerlukan pengawasan ketat. Khusus tentang wilayah udara di kawasan perbatasan kritis di perairan selat Malaka yang dikenal dengan FIR Singapura yang selesai dengan ditandatanganinya perjanjian antara RI dan Singapura.

Perjanjian ini mengundang sejumlah kontroversi ditandai dengan munculnya beberapa pernyataan berbagai pihak antara lain dari para akademisi dan praktisi bidang kedirgantaraan.

Salah satu penyebabnya adalah tim perunding tidak atau kurang mengikutsertakan para profesional yang kompeten di bidangnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Nasional
Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasional
Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Nasional
Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com