Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombudsman Ungkap 5 Potensi Malaadministrasi BPOM dalam Kasus Gagal Ginjal Akut

Kompas.com - 25/10/2022, 12:23 WIB
Singgih Wiryono,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAs.com - Ombudsman Republik Indonesia menyebut ada lima potensi malaadministrasi yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam kasus gagal ginjal akut yang diduga akibat keracunan etilen glikol dan dietilen glikol pada obat sirup.

Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng menjelaskan, potensi malaadministrasi yang dilakukan BPOM terjadi pada pengawasan.

"Baik (pengawasan) pre market, proses sebelum obat diedarkan dan post market control atau setelah obat itu beredar," ujar Robtert dalam konferensi pers virtual, Selasa (25/10/2022).

Baca juga: IAKMI Kritik BPOM yang Tak Uji Etilen Glikol: Jangan Nunggu Level Dunia

Ia mengatakan, potensi malaadministrasi BPOM terlihat dari tak ada upaya maksimal melakukan pengawasan produk yang diuji oleh perusahaan farmasi.

"Dengan mekanisme uji mandiri, seolah-olah perusahaan itu diberikan kewenangan negara untuk melakukan pengujian tanpa kontrol yang kuat dari BPOM," imbuh Robert.

Dengan cara mekanisme uji mandiri ini, kata Robert, BPOM terkesan pasif dalam melakukan pengawasan dan menunggu laporan yang disampaikan oleh perusahaan farmasi.

"Yang kami minta sesungguhnya adalah kontrol dilakukan secara aktif, bahkan pada tingkat tertentu diambil sampling random di mana BPOM melakukan uji atas produk yang dihasilkan perusahaan," imbuh dia.

Baca juga: YLBHI Nilai Kasus Gagal Ginjal Akut Akibat Lemahnya Pengawasan BPOM

Potensi malaadministrasi kedua yaitu adanya kesenjangan antara standarisasi yang diatur oleh BPOM dengan implementasi di lapangan.

Menurut Robert, dalam kasus gagal ginjal akut ini terlihat terjadi pelampauan ambang batas atas kandungan senyawa yang ada dalam produk yang dikeluarkan oleh perusahaan dari standar yang ditetapkan BPOM.

"Ketiga, malaadministrasi yang kita lihat adalah tidak maksimalnya verifikasi sebelum penerbitan izin edar," tutur Robert.

Penjelasan Robert beranjak pada malaadministrasi yang dilakukan BPOM setelah obat beredar atau post market control.

Ombudsman melihat BPOM tidak maksimal mengawasi pemberian izin edar dari perusahaan farmasi yang memproduksi obat.

Baca juga: Kemenkes: 156 Obat Sirup atau Cair yang Aman menurut BPOM Boleh Dikonsumsi

Kemudian, pemberian izin edar tak diikuti dengan tahap evaluasi saat obat tersebut diedarkan di masyarakat.

"(Pemberian izin edar) tidak diikuti dengan evaluasi secara berkala terhadap produk yang beredar maupun konsistensi mutu kandungan produk yang beredar," ucap Robert.

Sebagai informasi, Kementerian Kesehatan melaporkan kasus gangguan ginjal akut misterius (acute kidney injury/AKI) di Indonesia sudah mencapai 245 kasus yang tersebar di 26 Provinsi per 23 Oktober 2022.

Sedangkan angka kematian akibat keracunan obat ini mencapai 141 anak dan balita.

Baca juga: YLKI Anggap Temuan Cemaran EG dan DG pada Obat Sirup Buktikan Pengawasan BPOM Tak Efektif

Penderitanya masih didominasi oleh balita, dengan rincian 25 kasus diderita oleh anak-anak berusia kurang dari 1 tahun, 161 kasus diderita oleh anak usia 1-5 tahun, 35 kasus diderita oleh anak usia 6-10 tahun, dan 24 kasus diderita oleh anak usia 11-18 tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Golkar, PAN dan Demokrat Sepakat Koalisi di Pilkada Kabupaten Bogor

Nasional
Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Ajakan Kerja Sama Prabowo Disebut Buat Membangun Kesepahaman

Nasional
Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Kubu Prabowo Ungkap Dirangkul Tak Berarti Masuk Kabinet

Nasional
Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Pusat Penerbangan TNI AL Akan Pindahkan 6 Pesawat ke Tanjung Pinang, Termasuk Heli Anti-kapal Selam

Nasional
Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Baru Disetujui Demokrat, Gerindra-Golkar-PAN Belum

Nasional
Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com