JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta agar temuan kadar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DG) berlebih pada sejumlah obat sirup yang diuji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baru-baru ini, diusut tuntas dari hulu ke hilir
"Dari pasokan bahan baku obat, proses produksi, hingga pemasaran," kata Ketua YLKI, Tulus Abadi, melalui laman Twitter resmi YLKI pada Senin (24/10/2022).
Tulus telah mempersilakan twit tersebut dikutip Kompas.com pada Senin malam.
"Kasus masif ini membuktikan bahwa mekanisme pengawasan (regular inspection) pada aspek pre-market (pra-pemasaran) dan post-market (pasca-pemasaran) control Badan POM tidak efektif," jelasnya.
Baca juga: YLKI Belum Akan Lakukan Class Action Terkait 5 Obat Sirup yang Mengandung Etilen Glikol Lebihi Batas
Sebagai informasi, pengujian oleh BPOM ini baru dilakukan setelah Kementerian Kesehatan menyerahkan daftar 102 obat sirup yang dikonsumsi pasien penderita gagal ginjal akut misterius.
Kandungan DG dan EG berlebih tersebut dikaitkan dengan kasus gagal ginjal akut misterius ini.
Sebelumnya, Ketua BPOM Penny Lukito juga mengakui bahwa situasi hari ini menjadi momentum bagi pihaknya untuk mengevaluasi pengawasan yang selama ini berjalan, baik secara pra-pemasaran maupun pasca-pemasaran.
Ia mengeklaim, selama ini pengawasan pra-pemasaran telah mengikuti ketentuan dunia, bahwa pengendalian mutu (quality control) produk obat ada pada internal perusahaan farmasi, mengacu pada Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Namun demikian, beredarnya produk obat dengan kadar DG dan EG di atas ambang batas aman 0,5 miligram per kilogram berat badan per hari, dinilai membuktikan bahwa pengendalian mutu ini gagal.
"Terjadinya cemaran itu juga membuktikan bahwa quality control di internal manajemen produsen obat tidak dilakukan," kata Tulus.
Baca juga: Obat Sirup Dilarang, Pedagang Obat di Pasar Pramuka: Pasar jadi Lebih Sepi
Tulus menganggap wajar apabila Presiden Joko Widodo mengevaluasi kinerja BPOM dalam kinerja dan kebijakannya.
Tak hanya BPOM, menurutnya, seluruh pihak terkait dalam kasus ini mesti ambil tanggung jawab.
"Pihak regulator, seperti Badan POM dan Kemenkes, dan juga dari sisi operator yakni produsen farmasi, semuanya harus bertanggung jawab," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.