Apalagi dalam konteks realitas kehidupan saat ini yang sangat figital atau fisik-plus-digital, seperti dijelaskan oleh Stillman, kehidupan di mana garis antara dunia nyata dan dunia digital sangat kabur.
Namun ketika polisi siber berhadapan dengan kasus yang melibatkan institusi dan personelnya sendiri justru menjadi “macan ompong”.
Sehingga independensi polisi siber pun patut dipertanyakan dalam konteks membongkar “musuh dalam selimut” di tubuh Polri sendiri. Kuat dugaan ada pihak internal yang membobol rahasia “dapur hitam” Polri.
Banyak pihak berkeyakinan, jika begitu detail diagram itu berisi data rahasia, mengapa hanya diangga sebagai “angin lalu”.
Ilihan ini, diyakini sebagai kontra informasi dari institusi Polri untuk membuat bocoran informasi rahasia itu hanya hoaks yang direkayasa. Tapi siapapun penyebar hoaks patut diselidiki, jika perlu ditangkap.
Apa motif yang mendasari praktik kejahatannya yang membuat Polri terkena karma buruk sebagai institusi kotor, dengan citra buruk.
Namun sekali lagi, bagaimana bentuk reaksi Polri bertindak dalam kasus ini menjadi jawaban tidak langsung atas misteri kotak Pandora di tubuh institusi Polri.
Terutama semenjak kasus Sambo tak dapat membuktikan Polri sebagai institusi bersih yang sedang melakukan reformasi, transformasi besar-besaran melalui Program Polri Presisi.
Dalam setiap kehadirannya di ruang sidang, Sambo selalu terlihat membawa sebuah buku hitam. Hal ini menimbulkan banyak spekulasi.
Menurut pengamat, buku hitam itu adalah sebuah “kotak Pandora”. Berisi begitu banyak nama, peristiwa dan catatan yang dapat menyeret siapa saja para petinggi institusi Polri, dan lainnya yang pernah terlibat dalam urusan kotor, yang paling tidak diketahui oleh mantan Kadiv propram Ferdy Sambo ketika masih menjabat.
Buku itu sekaligus menjadi semacam bentuk “ancaman” terselubung yang dialamatkan pada siapapun yang pernah terlibat praktik kotor dan melewati screening Sambo sebagai Kadiv Propam.
Dugaan ini muncul mengingat begitu banyak kejanggalan kasus Sambo sejak skenario pertama Duren Tiga yang dengan mudah diganti skenario kedua di Magelang ketika terbongkar.
Begitu juga ketika Sambo, PC dan para saksi di belakang Sambo, termasuk dukungan pengacara yang “memaksakan” upaya pengurangan hukuman berat atas Sambo Cs.
Institusi Polri sedang pusing tujuh keliling, menemukan kembali performa dan netralitas Polri sebagai institusi negara yang mengayomi publik, menjaga keamanan dan menjadi abdi rakyat sebagai representasi para polisi.
Persoalannya adalah mana yang harus didahulukan, antara menjaga korsa dari pencemaran nama baik atas tindakan para oknum, atau menyampaikan kebanaran kasus secara transparan.