Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eki Baihaki
Dosen

Doktor Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad); Dosen Pascasarjana Universitas Pasundan (Unpas). Ketua Citarum Institute; Pengurus ICMI Orwil Jawa Barat, Perhumas Bandung, ISKI Jabar, dan Aspikom Jabar.

Menolak Perintah Jenderal

Kompas.com - 20/10/2022, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

USAI menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 18 Oktober 2022, Bharada Richard Eliezer menyampaikan permohonan maaf kepada pihak keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atas perbuatannya yang telah menembak Yosua.

Richard mengaku sangat menyesali perbuatannya. Namun demikian, dia mengaku tak kuasa menolak perintah atasannya.

"Saya sangat menyesali perbuatan saya. Namun saya hanya ingin menyatakan bahwa saya hanyalah seorang anggota yang tidak memiliki kemampuan untuk menolak perintah dari seorang jenderal,” ucapnya.

Tidak hanya Bharada E, ada 25 anggota Polri yang diperiksa Itwasum Polri karena menghambat penanganan kasus kematian Brigadir Yoshua.

Hal ini menunjukkan adanya ketidakmampuan seorang bawahan di bawah tekanan untuk menolak perintah tidak terpuji dari atasan, terlebih seorang jenderal bintang dua yang disegani.

Ketidakmampuan menolak perintah atasan menunjukkan lemahnya integritas dan sikap profesionalismenya sebagai anggota Polri, yang diharapkan bertindak menjadi penegak hukum dan pengayom masyarakat.

Sesuai kode etik Polri, anggota harus mampu menolak perintah atasan jika hal tersebut bertentangan dengan ketentuan hukum dan hak asasi manusia.

Yang memprihatinkan, dari 25 anggota tersebut, mereka tidak hanya berpangkat rendah, perwira pertama, perwira menengah, bahkan ada yang berpangkat perwira tinggi seperti Brigjen Pol Hendra Gunawan yang juga tidak mampu menolak perintah atasannya melakukan obstruction of justice atau menghalangi penyidikan.

Sehingga terjadi tindakan melawan hukum dan tindakan tidak prosedural. Padahal dalam Perkap No.14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) diatur perilaku anggota Polri terkait hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut, atau tidak patut yang dilakukan oleh anggota Polri dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab jabatannya.

Pasal 7 ayat 1 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri menyatakan bahwa setiap anggota Polri wajib menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan Polri.

Bahkan dalam ayat 3 dikatakan, setiap anggota Polri yang berkedudukan sebagai bawahan wajib: menolak perintah atasan yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan.

Perilaku oknum 25 anggota Polri tersebut bertentangan dengan Pasal 13 dan 14 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri, yakni "Setiap Anggota Polri dilarang: b. mengambil keputusan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena pengaruh keluarga, sesama anggota Polri, atau pihak ketiga, e. menyalahgunakan kewenangan dalam melaksanakan tugas kedinasan.

Sementara pada Pasal 14 ditegaskan bahwa setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas penegakan hukum sebagai penyelidik, penyidik pembantu, dan penyidik dilarang:

c. merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggung jawabnya dalam rangka penegakan hukum
d. merekayasa isi keterangan dalam berita acara pemeriksaan
f. melakukan penyidikan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena adanya campur tangan pihak lain

Polisi sejatinya adalah profesi mulia yang dibutuhkan masyarakat, semua aktifitasnya harus berkiblat pada asas legalitas, undang-undang yang berlaku dan Hak Asasi Manusia.

Polisi harus bertindak secara profesional dan memegang kode etik secara ketat dan keras, sehingga tidak mudah terjerumus kepada perilaku tidak terpuji.

Atas nama hukum, polisi diberikan kewenangan yang lebih besar. Bahkan, kewenangan ini tidak diberikan kepada lembaga mana pun untuk memaksa bahkan mengekang kebebasan dan mengekang hak asasi manusia.

Antara lain menangkap, menahan, menggeledah, menyita, menyuruh berhenti, melarang orang meninggalkan tempat, memeriksa identitas orang tertentu.

Penguatan integritas

Integritas seorang anggota Polri diawali kemampuan berpikir dengan benar dan kontrukfif, serta memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral.

Orang yang bertindak tanpa memikirkan terlebih dahulu secara matang, terlebih perbuatan yang tercela dapat mengakibatkan penyesalan di kemudian hari.

Penegak hukum semestinya memahami tidak ada kejahatan yang sempurna, meski direkayasa dengan kekuatan yang besar.

Namun yang menjadi permasalahan adalah integritas dan profesionalisme yang mengacu pada kode etik kepolisian belumlah dihayati dan diamalkan sepenuhnya.

Perlu upaya keras dari pimpinan Polri untuk membekali anggotanya dengan penguatan integritas dan kemampuan berpikir kritis dalam menerima setiap perintah dari atasan, meski dari seorang perwira tinggi. Karena atasan atau seorang jenderal juga manusia yang tidak luput dari salah dan hilaf.

Mengutip Socrates ”dengan pikiran, seseorang bisa menjadikan dunianya berbunga-bunga atau berduri-duri.”

Artinya, awali setiap tindakan dengan berpikir dengan benar, positif, dan kritis. Integritas harus dimulai dengan berpikir positif dan kritis dalam menyikapi masalah.

Berpikir kritis juga wajib dimiliki oleh seorang bawahan agar jangan menerima informasi dan realitas secara mentah-mentah, meskipun dari atasan.

Diperlukan pola pikir untuk mengevaluasi dan menganalisis kebenaran dari informasi tersebut agar tidak terjebak pada situasi yang salah, bahkan fatal dalam mengambil keputusan.

Berperilaku dan bertindak dengan baik dan benar dalam integritas merupakan satu kesatuan yang menjadi titik tolak anggota Polri dalam melaksanakan tugas.

Polisi harus jujur dan tulus dalam melaksanakan tugasnya, senantiasa melibatkan hati nuraninya.

Sikap jujur dan tulus adalah sebuah keyakinan dalam diri yang dapat memberikan kebahagian dan kedamaian hati.

Bekerja tidak semata-mata untuk mendapatkan materi dan jabatan, tapi yang lebih penting bagaimana setelah bekerja hati menjadi damai, tentram, dan tidurpun nyenyak.

Menjaga martabat berarti kemampuan diri untuk menjaga nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dalam dirinya.

Juga kesadaran menjaga harga diri dan kehormatan institusi tempat kerja merupakan kewajiban anggota Polri. Semakin penting kedudukan atau posisi yang dipegang akan semakin besar godaan yang menghampiri.

Seluruh anggota Polri juga perlu dilatih perilaku asertif. Perilaku asertif adalah kemampuan berkomunikasi secara tegas dan jelas, namun tetap menghargai dan menjaga perasaan orang lain.

Orang yang berperilaku asertif tidak mau menerima begitu saja ajakan yang bertentangan dengan nuraninya. Ia juga senantiasa kritis terhadap potensi pelanggaran yang mungkin timbul.

Setiap anggota Polri di semua level harus berani mengambil risiko atas hasil pekerjaannya. Apa yang dikerjakan tidak semata-mata dipertangungjawabkan kepada pimpinan atau negara, tetapi yang lebih penting dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan,

Semoga kejadian yang pahit dan memilukan bagi institusi Polri menjadi pembelajaran dan komitmen kuat pimpinan Polri di semua level untuk kedepan lebih baik lagi.

Menjadi polisi yang memegang teguh integritas dan kembali mendapatkan kepercayaan masyarakat. Semoga!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com