Di antaranya Peraturan Polri (Perpol) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Selain itu diterbitkan Peraturan Jaksa (Perja) Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Ada pula konsep diversi dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak.
Mengembalikan penyelesaian perkara (sengketa) sesuai asas ultimum remedium melalui jalur nonpidana butuh dukungan dari semua pihak. Baik masyarakat secara umum maupun penegak hukum.
Karena kita sudah terlanjur berpikiran (dibentuk) bahwa penegakkan hukum artinya mempidanakan kasus.
Kita tidak pernah diingatkan kalau hukum pidana seharusnya adalah pilihan terakhir (pamungkas). Artinya harus diupayakan jalur lain yang lebih manusiawi (beradab) terlebih dahulu seperti mediasi, dialog, rehabilitasi, dan ganti rugi.
Pelaporan kasus pidana terkadang hanya bersifat emosional sesaat sehingga sangat sering sekali kita jumpai terjadinya pencabutan laporan oleh para pelapor.
Setelah mengetahui betapa beratnya dampak yang akan diterima terlapor, pelapor mengurungkan niatnya. Hanya saja penyesalan itu banyak yang terlambat.
Apalagi jika kasus yang dilaporkan bukan delik aduan. Ternyata tidak semudah membalik telapak tangan untuk mencabut laporan perkara.
Pada akhirnya hampir semua kasus yang dilaporkan ke pihak kepolisian terpaksa masuk ranah pidana. Hal itu menunjukkan kesadaran hukum para pelapor masih rendah.
Tidak mampu mengkalkulasikan adanya untung-rugi dalam setiap upaya hukum yang dilakukan untuk menjerat (membalas dendam) pihak lawan.
Sikap yang berlebihan dalam pemidanaan juga berdampak sangat buruk pada masalah kelebihan kapasitas di penjara.
Mengacu data Dirjen Pemasyarakatan, 8 Oktober 2022, terlihat bahwa lapas mengalami kelebihan penghuni sebanyak 109 persen.
Sehingga masih dibutuhkan sarana-prasarana lapas dalam jumlah yang besar untuk menampungnya.
Padahal saat ini telah dibangun 525 lapas yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk mengelolanya dibutuhkan anggaran besar pula terutama biaya hidup (perawatan) warga lapas.
Direktur Pelayanan Tahanan, Pengelolaan Basan dan Baran di Dirjen Pemasyarakatan, Heni Yuwono mengatakan bahwa untuk tahun 2023 mendatang, negara harus menganggarkan Rp 2 triliun hanya untuk memberi makan para warga Lapas.