Perlu ada regulasi kuat yang mengatur tata etika pemerintahan, yang memuat hak, kewajiban, tanggung jawab dan larangan dalam penyelenggara pemerintahan, sistem dan model pelembagaan etika, serta mekanisme kontrol dan sanksi, termasuk kaitannya dengan upaya menjaga netralitas politik birokrasi dan ASN.
Sebagai dasar, kita sesungguhnya telah memiliki modal berharga, yakni TAP MPR Nomor VI/MPR/2021 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, yang disusun di tengah membaranya semangat perubahan ke arah demokratisasi. Namun, sayangnya kini jarang disinggung dalam diskursus hukum nasional.
Di dalamnya, digariskan etika politik dan pemerintahan yang mengamanatkan penyelenggara negara untuk mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan bersama, memiliki kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan publik, bahkan siap mundur jika merasa telah melanggar kaidah serta sistem nilai yang berlaku di masyarakat.
Kemudian, secara tegas TAP MPR Nomor VIII/MPR/2021 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme memandatkan pembentukan undang-undang terkait etika pemerintahan.
Sebagai langkah operasionalisasi, juga sesungguhnya telah dirumuskan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Etika Penyelenggara Negara, tapi sayangnya justru mandek dibahas selama bertahun-tahun, sejak pertama kali diusulkan tahun 2009 hingga sekarang.
Ke depan, ada beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan dalam penegakan etika pemerintahan pada umumnya, dan penegakan netralitas politik birokrasi serta ASN pada khususnya.
Pertama, perlu ada upaya akselerasi pembahasan dan pengesahan RUU tentang Etika Penyelenggara Negara atau Etika Pemerintahan sebagai lampu suar kepatutan dan kepantasan dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan salah satu penekanan pada netralitas politik birokrasi dan ASN.
Sekali lagi, tekanan politik dari pimpinan yang menuntut keberpihakan politik ASN tidak boleh lagi terjadi dalam birokrasi kita.
Kedua, pelembagaan etika pemerintahan memerlukan lengan kelembagaan yang mampu mendukung implementasi dan pemantauannya. Berkaca pada Amerika Serikat (AS), terdapat dua lembaga federal yang memainkan peran pelembagaan dan penegakan etika pemerintahan, yakni masing-masing US Office of Government Ethics dan US Office of Special Counsel.
Di lingkar kepresidenan, Presiden Barack Obama (2009-2017) bahkan pernah mengangkat seorang special counsel yang khusus menggawangi isu etika dan reformasi pemerintah (ethics and government reform), dengan tugas memberikan masukan kebijakan kepada Presiden dan menjadi penjaga benteng etika di garis terdepan pemerintahan.
Baca juga: Pelanggaran Netralitas ASN yang Kerap Hantui Pemilu
Di Indonesia, dapat dilakukan reposisi peran kelembagaan yang sudah ada untuk melakukan pembinaan dan penegakan etika pemerintahan, apakah oleh KASN yang secara eksisting scope kewenangannya telah mencakup seluruh ASN, atau oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang kini telah menjalankan tugas pembinaan ideologi Pancasila terhadap seluruh penyelenggara negara secara terencana dan sistematis.
Akhirul kata, netralitas politik birokrasi dan ASN serta etika pemerintahan seyogyanya menjadi barang wajib yang perlu dijaga dan diupayakan kelestariannya. Bukan untuk tegaknya pemerintahan dan gezag—kewibawaan—para penyelenggara negara semata, melainkan yang lebih penting, mengembalikan marwah pemerintah yang hadir mewujudkan bonum commune, kebaikan bersama, untuk semua.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.