Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Girindra Sandino
Pengamat Pemilu

Pengamat Pemilu dan Sekjen Liga Literasi Nasional

Netralitas ASN dalam Kontestasi Demokrasi

Kompas.com - 18/08/2022, 16:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

APARATUR Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) dituntut untuk netral atau tidak berpihak dalam penyelenggaraan pemilu. Seorang PNS diwajibkan “diam” dan netral.

Netralitas PNS dalam kontestasi demokrasi merupakan harga mati dan nilai luhur yang harus dijaga.

Posisinya di birokrasi pemerintahan bisa memengaruhi secara massif terhadap masyarakat pemilih. Mereka bersentuhan langsung dengan masyarakat seperti petugas kelurahan atau perangkat desa.

Namun demikian, PNS tetap bisa berpartisipasi dalam pemilu legislatif, pemilu presiden,  pemilihan gubernur, bupati dan wali kota.

Bahasan di bawah ini menjabarkan peraturan mengenai netralitas ASN/PNS dalam kontestasi demokrasi di Indonesia.

Pemerintahan digerakkan oleh ASN yang dalam kehidupan pekerjaannya memiliki hubungan sosial politik yang rumit.

Mereka harus tunduk kepada pimpinan. Sementara kuasa pimpinan daerah atas PNS sangat besar terkait promosi hingga penempatan jabatan.

Apakah ASN sangat politis? Bagaimana peran ASN dalam demokrasi? Seberapa penting ASN dalam proses tahapan estafet kepemimpinan eksekutif daerah?

Pertanyaan-pertanyaan itu selalu muncul saat pergantian kepala daerah dari dahulu hingga sekarang.

Pada pemilu 2019 lalu, data Badan Kepegawaian Negara (BPN), ada 990 kasus pelanggaran netralitas ASN (Kompas.com, 12 April 2019).

ASN bisa menjadi kekuatan nyata secara politik sesuai dengan kemampuan mengakomodir pemimpin. ASN bisa diarahkan sesuai kehendak eksekutif daerah dengan menggunakan tangan kepala dinas, BUMD atau paling tinggi jabatan sekretaris daerah.

Politis atau tidak, ASN atau PNS terkadang harus memainkan peran agar bisa bertahan di posisinya. ASN mampu menghimpun kekuatan massa untuk kepentingan politik.

Sebagian ASN sulit menolak keinginan berpolitik. Pegawai negeri yang terus menerus ditekan dan diarahkan untuk memilih salah satu kekuatan politik, kemudian hari sulit menolak kepentingan politik penguasa karena sudah mendarah daging.

ASN yang membuktikan mampu mengimpun suara akan diberi hadiah kenaikan pangkat dan jabatan. Bagi yang melawan pemenang pilkada akan dipindahkan atau di-non-job kan sesuai kehendak para pembisik kepala daerah. Semua tergantung siapa menang dan kalah dalam pemilihan umum.

Pascareformasi, ASN yang terbiasa berpolitik galau dalam berdinamika setelah adanya UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, serta PP Nomor 17 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Jabatan kepala Daerah.

Larangan kampanye bagi ASN diatur dalam Pasal 280 sampai 283, serta ketentuan pidananya diatur dalam Pasal 494 UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.

Regulasi menjaga netralitas

Dasar hukum penindakan ASN antara lain Pasal 87 ayat 4 huruf b Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Apartur Sipil Negara yang menyebutkan bahwa PNS diberhentikan dengan tidak hormat karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Namun, aturan tersebut belum mampu mencegah keberpihakan aparatur terhadap calon kepala daerah.

Pasal ini menggunakan frase menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, bukan sebagai tim pemenangan kampanye.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Nasional
Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com