Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Tragedi Kanjuruhan Terulang, Polisi Didesak Putus Rantai Kekerasan Anggotanya

Kompas.com - 13/10/2022, 16:04 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra mengatakan, Polri harus menghentikan budaya kekerasan dengan bersikap tegas menghukum para polisi yang dianggap bertanggung jawab dalam Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 132 orang.

Dia khawatir jika kultur kekerasan di tubuh Polri dibiarkan, maka peristiwa seperti Tragedi Kanjuruhan kemungkinan bisa terulang.

"Budaya kekerasan oleh Polisi hanya bisa diakhiri dengan menghukum pelaku. Jika tidak, tragedi Kanjuruhan bisa terjadi lagi di tempat yang berbeda, di waktu yang berbeda, dengan pola atau metode yang kurang lebih sama," kata Ardi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (13/10/2022).

Baca juga: Berkaca dari Tragedi Kanjuruhan, Menpora Rumuskan Peraturan Terkait Pengamanan di Stadion

Dari hasil penyelidikan sementara Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang dibentuk pemerintah dan tim Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memperlihatkan tembakan gas air mata oleh aparat kepolisian menjadi penyebab utama penonton panik sehingga terjadi desak-desakan di pintu keluar hingga menyebabkan korban meninggal.

Ardi menyatakan tidak sepakat dengan kesimpulan polisi yang menyatakan dampak gas air mata tidak mematikan.

"Penembakan gas air mata tidak hanya memperburuk situasi pada saat itu, tetapi dapat dipastikan penembakan tersebut menjadi penyebab utama (prima causa) dari tewasnya 132 suporter di Kanjuruhan, yang dalam regulasi FIFA jelas-jelas dilarang," ucap Ardi.

Menurut Ardi, jatuhnya korban jiwa disebabkan karena polisi tidak melakukan asesmen sebelum atau ketika menembakkan gas air mata.

Baca juga: Nestapa Cahayu, 3 Hari Koma Usai Tragedi Kanjuruhan, Ingatan Terganggu, Berteriak dan Mengigau

Seharusnya, kata Ardi, polisi harus memperhitungkan setidak-tidaknya penonton dapat melarikan diri atau menjauh sebelum gas air mata ditembakkan.

Sampai saat ini terdapat 6 orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi terkait kejadian itu.

Para tersangka Tragedi Kanjuruhan dari kalangan sipil adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Ahmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Arema Malang Abdul Haris, dan Security Steward Suko Sutrisno.

Baca juga: LPSK Sebut 32 CCTV Stadion Kanjuruhan Berfungsi saat Tragedi Terjadi

Sedangkan polisi yang ditetapkan sebagai tersangka terkait kejadian itu adalah Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, dan Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarman.

Para tersangka dijerat Pasal 359 dan 360 KUHP tentang Kelalaian yang Menyebabkan Kematian dan Pasal 103 jo Pasal 52 UU RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.

Selain itu, ada 20 polisi dinyatakan melanggar etik, terdiri atas 6 personel Polres Malang dan 14 personel dari Satuan Brimob Polda Jawa Timur.

Peristiwa maut itu terjadi setelah pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022 lalu di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Saat itu Arema FC kalah 2-3 dari Persebaya yang menjadi rival bebuyutan.

Baca juga: Audit Stadion Kanjuruhan, Menteri PUPR Berikan 7 Poin Rekomendasi

Menurut penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), faktor yang diduga memicu penonton di stadion panik dan akhirnya terjadi desak-desakan hingga merenggut 132 korban jiwa adalah tembakan gas air mata dari aparat Kepolisian ke arah tribune penonton.

Menurut Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam dalam jumpa pers di Jakarta pada Rabu (12/10/2022), saat itu para pendukung Arema FC, Aremania, turun ke lapangan setelah pertandingan selesai karena ingin menyemangati para pemain tim sepakbola kesayangan mereka yang kalah dari Persebaya saat bermain di kandang.

Selain itu, Komnas HAM juga memaparkan temuan lain yakni soal pintu akses keluar masuk penonton yang hanya terbuka sedikit sehingga tidak memadai dan menyebabkan penumpukan massa serta menimbulkan korban jiwa akibat kehabisan oksigen hingga terinjak-injak.

Baca juga: Polri Sebut Akan Otopsi 2 Korban Tragedi Kanjuruhan Pekan Depan

Komnas HAM juga menemukan jumlah tiket yang dicetak pada hari pertandingan hingga lebih dari 40.000, padahal kapasitas stadion hanya mampu menampung 38.054 orang.

Anam mengatakan, seluruh temuan itu akan dirinci dalam laporan akhir yang diharapkan tidak hanya memaparkan kronologi peristiwa tetapi juga bisa menjadi rekomendasi supaya kejadian seperti itu tidak terulang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com