Salin Artikel

Cegah Tragedi Kanjuruhan Terulang, Polisi Didesak Putus Rantai Kekerasan Anggotanya

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra mengatakan, Polri harus menghentikan budaya kekerasan dengan bersikap tegas menghukum para polisi yang dianggap bertanggung jawab dalam Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 132 orang.

Dia khawatir jika kultur kekerasan di tubuh Polri dibiarkan, maka peristiwa seperti Tragedi Kanjuruhan kemungkinan bisa terulang.

"Budaya kekerasan oleh Polisi hanya bisa diakhiri dengan menghukum pelaku. Jika tidak, tragedi Kanjuruhan bisa terjadi lagi di tempat yang berbeda, di waktu yang berbeda, dengan pola atau metode yang kurang lebih sama," kata Ardi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (13/10/2022).

Dari hasil penyelidikan sementara Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang dibentuk pemerintah dan tim Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memperlihatkan tembakan gas air mata oleh aparat kepolisian menjadi penyebab utama penonton panik sehingga terjadi desak-desakan di pintu keluar hingga menyebabkan korban meninggal.

Ardi menyatakan tidak sepakat dengan kesimpulan polisi yang menyatakan dampak gas air mata tidak mematikan.

"Penembakan gas air mata tidak hanya memperburuk situasi pada saat itu, tetapi dapat dipastikan penembakan tersebut menjadi penyebab utama (prima causa) dari tewasnya 132 suporter di Kanjuruhan, yang dalam regulasi FIFA jelas-jelas dilarang," ucap Ardi.

Menurut Ardi, jatuhnya korban jiwa disebabkan karena polisi tidak melakukan asesmen sebelum atau ketika menembakkan gas air mata.

Sampai saat ini terdapat 6 orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi terkait kejadian itu.

Para tersangka Tragedi Kanjuruhan dari kalangan sipil adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Ahmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Arema Malang Abdul Haris, dan Security Steward Suko Sutrisno.

Sedangkan polisi yang ditetapkan sebagai tersangka terkait kejadian itu adalah Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, dan Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarman.

Para tersangka dijerat Pasal 359 dan 360 KUHP tentang Kelalaian yang Menyebabkan Kematian dan Pasal 103 jo Pasal 52 UU RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.

Selain itu, ada 20 polisi dinyatakan melanggar etik, terdiri atas 6 personel Polres Malang dan 14 personel dari Satuan Brimob Polda Jawa Timur.

Peristiwa maut itu terjadi setelah pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022 lalu di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Saat itu Arema FC kalah 2-3 dari Persebaya yang menjadi rival bebuyutan.

Menurut penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), faktor yang diduga memicu penonton di stadion panik dan akhirnya terjadi desak-desakan hingga merenggut 132 korban jiwa adalah tembakan gas air mata dari aparat Kepolisian ke arah tribune penonton.

Menurut Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam dalam jumpa pers di Jakarta pada Rabu (12/10/2022), saat itu para pendukung Arema FC, Aremania, turun ke lapangan setelah pertandingan selesai karena ingin menyemangati para pemain tim sepakbola kesayangan mereka yang kalah dari Persebaya saat bermain di kandang.

Selain itu, Komnas HAM juga memaparkan temuan lain yakni soal pintu akses keluar masuk penonton yang hanya terbuka sedikit sehingga tidak memadai dan menyebabkan penumpukan massa serta menimbulkan korban jiwa akibat kehabisan oksigen hingga terinjak-injak.

Komnas HAM juga menemukan jumlah tiket yang dicetak pada hari pertandingan hingga lebih dari 40.000, padahal kapasitas stadion hanya mampu menampung 38.054 orang.

Anam mengatakan, seluruh temuan itu akan dirinci dalam laporan akhir yang diharapkan tidak hanya memaparkan kronologi peristiwa tetapi juga bisa menjadi rekomendasi supaya kejadian seperti itu tidak terulang.

https://nasional.kompas.com/read/2022/10/13/16044951/cegah-tragedi-kanjuruhan-terulang-polisi-didesak-putus-rantai-kekerasan

Terkini Lainnya

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke