JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Lolly Suhenty menilai Indonesia sangat mungkin menerapkan sistem pemungutan suara secara elektronik (e-voting), tetapi memiliki banyak pekerjaan rumah yang menanti untuk dibereskan lebih dulu.
Lolly mengungkapkan, pendapatnya ini berdasarkan hasil pemantauannya dalam pelaksanaan pemilu serentak di Brasil, pada 2 Oktober 2022.
Bawaslu RI diundang langsung oleh Tribunal Superior Eleitoral (TSE) untuk melakukan pemantauan pelaksaan pemilu serentak di Brasil.
TSE merupakan badan tertinggi yang menjalankan fungsi penyelenggaraan teknis, pengawas, sekaligus hakim penegak hukum pemilu, pada lembaga penyelenggaraan pemilu di Negeri Samba.
Baca juga: Cerita Bawaslu Pantau E-voting Brasil: Rekapitulasi Beres 5 Jam, KPPS Hanya Dibayar Makan Siang
Dari hasil pemantauan, Brasil yang merupakan negara Amerika Latin sekaligus salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, dinilai memiliki sejumlah kesamaan dengan Indonesia, baik dalam segi demografi maupun geografi.
Namun, bukan hanya soal teknologi, Indonesia disebut juga masih menghadapi tantangan lain sebelum dapat berpikir untuk beralih ke sistem e-voting.
Tantangan itu berupa propaganda untuk mendelegitimasi penyelenggaraan pemilu dari pihak-pihak yang berkompetisi.
"Isu kecurangan selalu diembuskan pada setiap pemilu di Indonesia," kata Lolly dalam keterangannya kepada Kompas.com, Senin (10/10/2022).
Ia memberi contoh, penggunaan aplikasi SITUNG (Sistem Penghitungan Suara) untuk proses rekapitulasi suara berbasis online justru menimbulkan polemik soal kepercayaan publik.
Padahal, aplikasi SITUNG digunakan untuk memenuhi asas keterbukaan atau transparansi.
Baca juga: Dinas Sepekan ke Brasil, Bawaslu Mengaku Diundang Langsung untuk Pantau E-voting
Penyebabnya, kesalahan teknis penyelenggara Pemilu 2019 dieksploitasi begitu rupa dengan kabar bohong dan narasi-narasi yang disebarluaskan ini berhasil membawa dampak pada kepercayaan publik.
"Kesalahan teknis yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu dalam proses input data ke SITUNG memicu keraguan dan kecurigaan publik," kata Lolly.
"Kondisi tersebut lantas dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab untuk memobilisasi massa agar tercipta public distrust (ketidakpercayaan publik) yang pada akhirnya berujung pada upaya untuk mendelegitimasi hasil pemilu," ujarnya lagi.
Di sisi lain, masalah teknologi juga masih jadi tantangan.
Lolly menilai, penggunaan teknologi untuk penyelenggaraan pemilu di Indonesia belum bergerak jauh untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas pemungutan suara.
"Banyak PR yang harus dibenahi untuk bisa sampai ke sana, misalnya data pemilih yang benar-benar harus klir dan terintegrasi," katanya.
Baca juga: 20 Anggota KPU Dinas Luar Negeri ke AS, Bawaslu ke Brasil
Bercermin dari Brasil, negeri samba itu bahkan telah memulai penerapan e-voting sejak 1996. Dari hasil pemantauan Bawaslu, pelaksanaan e-voting berbanding lurus dengan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu.
Ia menjelaskan, Brasil melakukan berbagai tindakan berlapis untuk menjamin keamanan data dan kerahasiaan pemilih. Sehingga, penerapan e-voting di disebut transparan dan akuntabel.
"Kepercayaan yang tinggi yang ditunjang dengan sistem yang memadai akhirnya menular pada pemilih di sana yang datang ke TPS dengan sukacita," kata Lolly.
Proses pemungutan suara berlangsung sembilan jam, dengan proses rekapitulasi yang nyaris tuntas dalam lima jam dan disiarkan secara real time melalui YouTube.
Keadaan ini sangat kontras dengan sistem rekapitulasi pemilu di Indonesia yang dilakukan berjenjang dan berulang-ulang serta memakan waktu yang cukup panjang.
Belum lagi soal tragedi banyaknya kematian para KPPS akibat kelelahan pada Pemilu 2019 dengan lima surat suara.
Di Brasil, menurut pemantauan Bawaslu, petugas KPPS sudah bisa berkemas 15 menit setelah TPS ditutup.
"Bahkan, 4 petugas pada 496.512 TPS (polling station) bekerja secara sukarela tanpa honor, kecuali menerima pengganti biaya makan siang," kata Lolly.
Baca juga: Cerita Bawaslu Pantau E-voting Brasil: Rekapitulasi Beres 5 Jam, KPPS Hanya Dibayar Makan Siang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.