Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Hindari 8 Hal Ini agar Konten Medsos Tak Melanggar Hukum

Kompas.com - 06/10/2022, 16:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AKHIR-AKHIR ini sering terjadi kasus pelanggaran terkait konten di media sosial (medsos). Platform digital memang memfasilitasi tumpah ruahnya kreativitas konten, yang memungkinkan setiap orang menjadi kreator konten tanpa sensor awal.

Namun jangan lupa, ada tanggung jawab bagi pengunggah konten, dan ada wilayah "tabu" yang harus dihindari.

Penting untuk dipahami bahwa yang dapat dikualifikasikan sebagai pelanggar, bukan melulu hanya pembuat konten. Mereka yang hanya ikut menyebarkan melalui platform digital pun, bisa termasuk yang dijerat delik dan sanksi pidana.

Baca juga: Benarkah Kirim Screenshot WhatsApp Bisa Melanggar UU ITE?

Hal yang terakhir ini contohnya adalah, jika ada yang menerima konten bermuatan pelanggaran, kemudian yang bersangkutan mengirimkan lagi secara online, maka hal itu juga termasuk pelanggaran.

Tulisan ini dimaksudkan sebagai wawasan dan referensi agar para kreator konten dan masyarakat memahami mana yang boleh dan tidak boleh. Hal ini penting karena media sosial sudah menjadi bagian kehidupan begitu banyak orang, dalam iklim berkembangnya fenomena post truth dan filter babble.

Konten yang melanggar hukum

Lalu konten apa saja yang harus dihindari? Berikut saya rangkumkan delapan hal yang perlu diperhatikan:

Pertama, konten bermuatan pelanggaran kesusilaan dan perjudian. Membuat konten dengan muatan dua hal tersebut dan mengunggahnya pada platform digital adalah pelanggaran dan pelanggarnya diancam dengan sanksi pidana.

Baca juga: Konten YouTube Jadi Jaminan Utang, Pakar Unair: Angin Segar bagi Konten Kreator

Dasar hukumnya Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Kedua, konten yang mengandung penghinaan atau pencemaran nama baik. Kasus-kasus terkait pencemaran nama baik cukup banyak terjadi. Pasal ini merupakan delik aduan absolut (klach delict).

Trennya menunjukan makin banyak kasus yang dibawa ke ranah hukum sejalan dengan semakin meningkatnya pengguna media sosial. Namun demikian, hukum mengecualikan jika hal itu dilakukan untuk kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri sesuai Pasal 310 KUHP.

Hal itu ditegaskan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa penafsiran Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak terlepas dari Pasal 310 KUHP.

Ketiga, konten yang memuat pemerasan dan/atau pengancaman. Konten ini hati-hati jika dilakukan, termasuk hanya sekadar japri. Orang yang merasa terancam atau diperas bisa melaporkannya ke penegak hukum.

Pelanggaran tersebut dijerat dengan Pasal 27 ayat (4) UU ITE.

Keempat, konten yang identik dengan tindakan menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, yang mengakibatkan kerugian konsumen, dalam transaksi elektronik. Memposting konten yang mengakibatkan kerugian konsumen adalah tindakan pelanggaran.

Banyak orang yang menjadi korban dan rugi karena iming-iming investasi, arisan, dan lain-lain. Dasar hukumnya adalah Pasal 28 ayat (2) UU ITE.

Kelima, konten terkait roasting, candaan, dan caci-maki yang besentuhan dengan penyebaran informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Baca juga: Semua Bisa Membuat Konten Digital Menarik dengan Cara Ini

Hal ini antara lain diatur dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Kenapa Undang-Undang mengatur soal itu. Tidak lain adalah untuk menjaga dan memelihara ketertiban umum, dan kehidupan masyarakat yang harmonis.

Ketersinggungan karena penistaan agama, suku, dan ras misalnya jika dibiarkan, dapat mengancam hubungan antar individu, masyarakat bahkan persatuan dan kesatuan.

Dalam posisi inilah, hukum berperan meredam dan mengembalikan ke kondisi ketertiban dan memberikan rasa keadilan serta mencegah dampak yang lebih luas dengan memberi sanksi kepada pelaku.

Keenam, konten berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. Pelaku bisa dijerat dengan Pasal 29 UU ITE. Tindakan ini biasanya paralel dengan kegiatan mengikuti dan menguntit korban dalam bentuk cyber stalking.

Ketujuh, konten yang mengungkapkan data pribadi orang lain secara tanpa hak. Apalagi jika dengan cara melawan hukum, termasuk menggunakan data pribadi yang bukan milik sendiri.

Hal itu diatur dalam Pasal 65 UU Pelindungan Data Pribadi (PDP) yang sudah disahkan DPR dan dalam proses pengesahan oleh Presiden.

Kedelapan, konten akan dianggap melanggar jika isinya berasal dari pembuatan data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain.

Hal ini sesuai ketentuan Pasal 66 UU Pelindungan Data Pribadi

Sanksi

Semua yang saya kemukakan di atas bisa digolongkan sebagai delik pidana. Untuk pelanggaran UU ITE, sanksi pidananya paling lama berkisar antara empat sampai dengan enam tahun dan/atau denda maksimal berkisar antara Rp 750 juta sampai dengan Rp 1 miliar.

Untuk pelanggaran UU PDP sanksi pidananya paling lama berkisar antara empat tahun sampai dengan enam tahun dan/atau denda maksimal berkisar antara Rp 4 miliar sampai dengan Rp 6 miliar.

Itulah beberapa hal yang perlu dihindari saat membuat konten atau menggunakan medsos. Tetaplah kreatif dan tetap semangat, tetapi tetap bijak dalam penyajiannya. Membuat konten keren untuk meningkatkan viewers, jangan jadi terhambat, dan harus terus dilakukan.

Namun memilah dan menyeleksi secara bijak agar konten keren tetapi tidak melanggar hukum adalah hal penting, agar kreator tidak direpotkan dengan kasus hukum.

Post truth dan filter bubble

Konten berkualitas dan berwawasan positif sangat diperlukan. Karena itu, seliweran konten di medsos harus dibarengi prilaku cerdas, bijak, dan komitmen untuk masa depan negeri yang cemerlang.

Berbagai bentuk disinformasi di saat berkembangnya post truth, jika dibiarkan dapat menjadi ancaman serius yang menghambat terbangunnya demokrasi elektoral yang sehat.

Post truth identik dengan kondisi di mana fakta dan kebenaran menjadi nomor dua.  Inti perdebatan justru mengutamakan emosi yang keluar dari inti kebenaran dan fakta yang sesungguhnya.

Post truth, di ranah global justru menemukan bentuk dan efektivitasnya yang sangat masif, kala dunia memasuki transformasi digital dan industri 5.0.

Baca juga: Echo Chamber dan Filter Bubble, Alasan Sulit Lepas dari Jeratan Hoaks

Siklus seliweran berita dan konten medsos selama 24 jam, bisa melahirkan berbagai konten hoaks, dan ujaran kebencian, yang berdampak hadirnya keseimbangan palsu. Jika dibiarkan, akan berdampak pada polarisasi politik yang semakin tajam.

Jika terjadi terus-menerus, kita patut khawatir, karena kohesi sosial dan kerekatan persatuan menjadi terancam.

Post truth juga terdukung dengan adanya pemanfaatan artificial intelligence (AI) yang digunakan untuk bekerjanya ekosistem filter bubble. Filter bubble adalah algoritma yang dirancang platform digital over the top, dan medsos pada umumnya.

Filter bubble adalah faktor yang memengaruhi fake news, hoax, dan hate speech (Pariser 2021, Rader & Gray 2015). Pemilik akun atau viewer disuguhi informasi sesuai jejak digital dan yang disukainya berbasis eksplorasi sebelumnya yang mereka lakukan.

Filter bubble awalnya dimaksudkan untuk layanan terbaik platform digital untuk pelanggannya, tetapi ketika filter bubble ini berkolaborasi dengan pola post truth maka sempurnalah.

Karena dalam gelembung itu kita akan disuguhi informasi yang itu-itu saja, dan sulit keluar dari gelembung karena terfiltrasi.

Dengan kata lain, algoritma telah memerangkap kita dalam gelembung masing-masing. seperti yang ditulis Leon Festinger at all, dalam bukunya Prophecy Falls (Harper-Torchbooks 1956), bahwa apa yang kita percayai di lubuk hati terdalam, lama-kelamaan akan membentuk komitmen, dan itu akan menggerakkan kita untuk berbuat sesuatu.

Festinger kemudian mengingatkan bahwa orang-orang seperti itu, ketika mengetahui bahwa apa yang dia katakan salah, justru akan semakin keukeuh bahkan ofensif. Kondisi ini bisa mengubah cara pandang yang berujung fanatisme.

Gempuran informasi bias yang terus-menerus dapat menjadi keyakinan. Apalagi bagi pelaku medsos yang kurang update atau sering kurang nyimak dan terus fokus pada informasi di dalam filter bubble.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com