Kelima, konten terkait roasting, candaan, dan caci-maki yang besentuhan dengan penyebaran informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Baca juga: Semua Bisa Membuat Konten Digital Menarik dengan Cara Ini
Hal ini antara lain diatur dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Kenapa Undang-Undang mengatur soal itu. Tidak lain adalah untuk menjaga dan memelihara ketertiban umum, dan kehidupan masyarakat yang harmonis.
Ketersinggungan karena penistaan agama, suku, dan ras misalnya jika dibiarkan, dapat mengancam hubungan antar individu, masyarakat bahkan persatuan dan kesatuan.
Dalam posisi inilah, hukum berperan meredam dan mengembalikan ke kondisi ketertiban dan memberikan rasa keadilan serta mencegah dampak yang lebih luas dengan memberi sanksi kepada pelaku.
Keenam, konten berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. Pelaku bisa dijerat dengan Pasal 29 UU ITE. Tindakan ini biasanya paralel dengan kegiatan mengikuti dan menguntit korban dalam bentuk cyber stalking.
Ketujuh, konten yang mengungkapkan data pribadi orang lain secara tanpa hak. Apalagi jika dengan cara melawan hukum, termasuk menggunakan data pribadi yang bukan milik sendiri.
Hal itu diatur dalam Pasal 65 UU Pelindungan Data Pribadi (PDP) yang sudah disahkan DPR dan dalam proses pengesahan oleh Presiden.
Kedelapan, konten akan dianggap melanggar jika isinya berasal dari pembuatan data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain.
Hal ini sesuai ketentuan Pasal 66 UU Pelindungan Data Pribadi
Semua yang saya kemukakan di atas bisa digolongkan sebagai delik pidana. Untuk pelanggaran UU ITE, sanksi pidananya paling lama berkisar antara empat sampai dengan enam tahun dan/atau denda maksimal berkisar antara Rp 750 juta sampai dengan Rp 1 miliar.
Untuk pelanggaran UU PDP sanksi pidananya paling lama berkisar antara empat tahun sampai dengan enam tahun dan/atau denda maksimal berkisar antara Rp 4 miliar sampai dengan Rp 6 miliar.
Itulah beberapa hal yang perlu dihindari saat membuat konten atau menggunakan medsos. Tetaplah kreatif dan tetap semangat, tetapi tetap bijak dalam penyajiannya. Membuat konten keren untuk meningkatkan viewers, jangan jadi terhambat, dan harus terus dilakukan.
Namun memilah dan menyeleksi secara bijak agar konten keren tetapi tidak melanggar hukum adalah hal penting, agar kreator tidak direpotkan dengan kasus hukum.
Konten berkualitas dan berwawasan positif sangat diperlukan. Karena itu, seliweran konten di medsos harus dibarengi prilaku cerdas, bijak, dan komitmen untuk masa depan negeri yang cemerlang.
Berbagai bentuk disinformasi di saat berkembangnya post truth, jika dibiarkan dapat menjadi ancaman serius yang menghambat terbangunnya demokrasi elektoral yang sehat.