Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profil Chandra Tirta Wijaya yang Dicegah Imigrasi dan Pernah Diperiksa KPK di Kasus Korupsi Garuda

Kompas.com - 04/10/2022, 13:51 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

Dia juga pernah menjabat sebagai pengurus Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Pusat periode 2010-2015.

Chandra Tirta Wijaya disebut sempat bergabung dengan Partai Ummat yang didirikan Amien Rais dan menjabat sebagai Wakil Ketua Umum (Waketum). Namun, menurut informasi, Chandra sudah mengundurkan diri dari keanggotaan Partai Ummat sejak 30 Agustus 2022.

Chandra menikah dengan R Emmy R Sumangkut dan dikaruniai tiga anak.

Baca juga: Kasus Suap Pengadaan Pesawat Garuda, KPK: Modusnya Cukup Kompleks

Karier politik Chandra Wijaya

Chandra terjun ke dunia politik dengan menjadi anggota Anggota Komisi VII Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di DPR RI periode 2009-2010.

Saat itu dia lolos dari daerah pemilihan (Dapil) Jawa Barat X dengan memperoleh 11.819 suara.

Dia juga pernah menjabat sebagai Anggota Komisi VI Fraksi PAN DPR RI pada 2010-2011, serta Anggota Komisi I Fraksi PAN DPR RI pada 2011.

Baca juga: Emirsyah Satar dalam Dua Pusaran Kasus Korupsi Garuda Indonesia

Sosok Chandra mulai dikenal saat menjadi salah satu inisiator hak angket atas kasus skandal dana talangan Bank Century pada 2009.

Sebagai pengaggas hak angket skandal Banl Century, Chandra Tirta Wijaya masuk menjadi anggota Tim 9 bersama dengan Akbar Faisal, Maruarar Sirait, Lili Wahid, hingga Ahmad Muzani.

Kasus korupsi Garuda Indonesia

Penyidik KPK pernah memanggil Chandra untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi PT Garuda Indonesia pada November 2019.

Saat itu Chandra Tirta Wijaya diperiksa sebagai saksi untuk pendiri Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo.

Saat itu, Soetikno Soedarjo telah berstatus tersangka bersama dengan mantan Dirut PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.

Baca juga: Berkas Perkara 3 Tersangka Korupsi Garuda Dilimpahkan ke JPU

Dalam kasus itu sudah ada tiga orang yang dinyatakan bersalah dalam kasus suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus dan Rolls Royce pada PT Garuda Indonesia.

Mereka adalah mantan Emirsyah Satar, Soetikno Soedarjo, serta eks Direktur Teknik Garuda Hadinoto Soedigno.

Dalam kasus ini, Emirsyah Satar divonis 8 tahun penjara. Dalam putusan tingkat kasasi, ia juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan.

Selain itu, Emirsyah dibebankan membayar uang pengganti sejumlah 2.117.315,27 dolar Singapura subsider 2 tahun penjara.

Mahkamah Agung juga menolak kasasi Soetikno sehingga dia tetap divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan.

Baca juga: Kasus Korupsi Garuda Indonesia Rugikan Negara hingga Rp 8,8 Triliun

Sedangkan Hadinoto divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan. Namun, Hadinoto meninggal pada 19 Desember 2021 di Rumah Sakit Abdi Waluyo, Jakarta Pusat, saat masih ditahan di rumah tahanan KPK.

Emirsyah dan Soetikno saat ini juga tengah diproses hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) atas kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat CRJ 1000 dan ATR 72-600 di PT Garuda Indonesia. Kerugian negara dalam kasus tersebut diperkirakan mencapai Rp 8,8 triliun.

(Penulis : Ardito Ramadhan | Editor : Icha Rastika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com