JAKARTA, KOMPAS.com - Hari ini tepat 57 tahun lalu, tanggal 30 September 1965 malam, terjadi peristiwa berdarah yang menjadi sejarah kelam bangsa Indonesia.
Peristiwa yang berlangsung hingga pagi tanggal 1 Oktober 1965 itu dikenal dengan peristiwa gerakan 30 September 1965 oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) atau G-30-S.
Dalam peristiwa itu, enam jenderal Angkatan Darat (AD) dan satu ajudan tewas setelah diculik pasukan khusus pengamanan presiden, Pasukan Cakrabirawa.
Namun, yang menjadi sasaran utama, yakni Jenderal besar Abdul Haris Nasution (AH Nasution) bisa lolos dari peristiwa berdarah tersebut.
Baca juga: Mengenal Pasukan Cakrabirawa dalam Peristiwa G-30-S
Meski begitu, ia harus menelan pil pahit lantaran putri bungsunya yang kala itu berusia 5 tahun, Ade Irma Suryani Nasution dan ajudannya, Kapten Pierre Tendean harus kehilangan nyawa karena ditembak peluru oleh Cakrabirawa.
Bisikan istri
Selamatnya AH Nasution dari momen kelam tidak lepas dari bisikan dan keberanian sang istri, Johana Sunarti Nasution, melawan pasukan Cakrabirawa.
Mulanya di malam hari saat peristiwa terjadi, sang istri sempat memantau keadaan di sekitar rumah lantaran terdengar kendaraan datang dan bunyi tembakan serta pintu rumah dibuka paksa.
AH Nasution dan Johana kala itu memang tengah terjaga. Sekitar pukul 03.30 WIB, keduanya bangun karena nyamuk.
Baca juga: Nyanyi Sunyi Seorang Bisu, Refleksi Tapol G30S
Diberitakan Kompas.com pada 29 September 2020, setelah memantau situasi sekitar rumah tak aman, Johana kembali ke kamar untuk memberitahu Nasution.
Ia lantas mengunci pintu kamar kemudian berbisik kepada Nasution "Ada (resimen) Cakrabirawa, kamu jangan keluar," ucapnya.
Selamatkan diri
Mulanya, Nasution tidak percaya dengan apa yang terjadi malam itu.
Ia kemudian memastikan sendiri dan melihat beberapa pasukan Cakrabirawa yang tengah menodongkan senjata tajam.
Setelahnya, sang istri meminta ia menyelamatkan diri. Johana berusaha menahan pintu yang saat itu didatangi Cakrabirawa, agar suaminya punya waktu itu melarikan diri.