Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Riuhnya Elite Politik "Naik-Turun" Gunung

Kompas.com - 19/09/2022, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sudah bukan menjadi rahasia umum, SBY begitu mengendorse penuh sang putra Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk menjadi penerus trah Cikeas.

Seluruh slagorde partai berlambang mercy itu pun juga seia sekata, harga mati untuk AHY menjadi calon presiden.

Takdir AHY hanya bisa menapak cawapres jika konklusi akhir partai-partai yang berkoalisi nantinya dengan partai besutan SBY, pada akhirnya menempatkan Anies Baswedan sebagai capres, misalnya.

Tentu partai yang berkoalisi nantinya ingin menaruh target menang, sehingga yang dipasang sebagai calon RI-1 harus memiliki elektabiltas, kapasitas dan rekam jejak kepemimpinan yang jelas.

Hingga tulisan ini dibuat, AHY begitu yakin Demokrat akan bersanding dengan Nasdem dan PKS untuk menghadapi Pilpres 2024 mendatang.

Mikul Dhuwur Mendhem Jero

Ada tradisi pewarisan kepemimpinan di negeri ini yang selalu berbalut dendam. Ketika Soeharto dengan Orde Baru-nya mendongkel kekuasaan Soekarno, Soeharto dan antek-anteknya selalu menyebut Soekarno sebagai rezim Orde Lama yang jelek.

Demikian pula ketika Jokowi yang sudah kalang kabut membangun infrastruktur yang megah dan bermanfaat untuk rakyat, dibilang keturunan SBY hanya bisa menggunting pita peresmian.

Tidak ada kedamaian, tidak ada contoh teladan yang ditinggalkan para pemimpin negeri ini bagi rakyatnya yang hanya bisa melongo dan plongah-plongoh seperti saya ini.

Tidak ada yang peduli dengan “wanti-wanti” Global Food Security Index yang menyebut negeri kita mengalami penurunan pascapandemi Covid-19.

Indonesia disebut Global Food Security Index menghadapi triple burmalnutrition den of atau tiga masalah gizi sekaligus. Yakni gizi kurang (stunting dan wasting), obesitas, dan kurang gizi mikro atau disebut sebagai kelaparan tersembunyi (the hidden hunger).

Bahkan Guru Besar Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia IPB, Prof Drajat Martianto menegaskan meski kondisi ketahanan pangan Indonesia masih tergolong baik, tetapi terjadi penurunan dalam ketahanan pangan nasional (Kompas.com, 19/09/2022).

Belajar dari pengalaman negara-negara “gagal” mengurus hajat hidup rakyatnya seperti Srilanka, Pakistan, Lebanon, Kenya atau puluhan negara-negara lain sudah seharusnya kita bersyukur dan menguatkan ikatan persaudaraan kita sebagai sesama anak bangsa.

Sudahi pertikaian “turun” dan “naik” gunung hanya untuk saling mengamankan “jagoannya” masing-masing.

Sebaiknya fokus saja untuk membenahi kehidupan masyarakat menengah ke bawah yang terkena imbasnya kenaikan Bahan Bakar Minyal (BBM).

Jika “turun” gunung dimaknai sebagai pembelaan terhadap nasib pengemudi kendaraan berbasis online, atau solusi mengatasi kelangkaan pupuk bersubsidi yang dibutuhkan petani serta pemenuhan harapan nelayan untuk mendapatkan harga solar yang terjangkau, alangkah mulianya para elite jika ingin benar-benar “turun” gunung.

Akan sangat menyakitkan perasaan ribuan para sarjana baru yang tidak bosan mengirimkan lamaran pekerjaan ke banyak perusahaan andaikan “turun” gunung digaungkan hanya karena kekhawatiran “sang putra mahkota” tidak bisa maju ke pentas Pilpres 2024 karena ogah-nya partai politik lain berkoalisi dengan sang empunya hajatan.

Soal bisa tidaknya seorang calon mendapat “tiket” pencapres dan pencawapresan tentunya tergantung deal-deal politik para elite partai dan rakyat tidak mau tahu selain urusan kecukupan pangan, sandang dan papan yang mereka butuhkan.

Jangan sampai para elite “membajak” hajat hidup rakyat demi kepentingan pribadi. Untuk urusan menggapai kekuasaan di Istana, rakyat hanya diminta stempel dan cap jempolnya tanpa didengar aspirasi apalagi dientaskan penderitaannya.

Saya menjadi teringat dengan ulasan Mohtar Mas’oed dan Colin Mac Andrew (2006) dalam bukunya “Perbandingan Sistem Politik” yang menyebut keunggulan elite atas massa sepenuhnya tergantung pada keberhasilan mereka dalam memanipulasi lingkungannya dengan simbol-simbol, kebaikan-kebaikan atau tindakan-tindakan.

Padahal elite merupakan kelompok terorganisasi yang memiliki wewenang politik. Kelas elite ini terdiri dari minoritas terorganisasi yang memaksakan kehendaknya melalui manipulasi maupun kekerasan, khususnya dalam demokrasi.

Pemaknaan “naik” gunung seperti yang dilontarkan PDIP mewakili kelompok penguasa, hendaknya diartikan sebagai pola pandang untuk mereview peran agregasi yang telah dijalankan SBY.

PDIP dan rezim yang berkuasa tidak boleh alergi dengan kritik yang dilancarkan oposisi. Justru kritik adalah vitamin untuk energi kekuasaan agar jalannya rezim tetap mendapat koreksi.

Keprihatinan yang disuarakan oleh 32 rektor perguruan tinggi negeri dan swasta yang berkumpul di Kampus Universitas Gajah Mada, Yogyakarta tanggal 17 September 2022, tidak lain adalah “pengingat” agar Pemilu dijadikan sebagai media pendidikan politik guna pembangunan moral bangsa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok Email Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok Email Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Nasional
Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Nasional
Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Nasional
Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 'Supplier' Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 "Supplier" Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com