Fahmi menganggap beragam pernyataan politisi terkait isu pergantian panglima TNI dan ‘potong generasi’ cenderung berlebihan.
Ia menilai pernyataan para politisi lebih tampak sebagai opini untuk mempengaruhi dan membentuk fait accompli atau ketentuan yang harus diterima atas hak prerogatif presiden dalam pergantian panglima TNI.
Fahmi mengatakan, selama ini para prajurit TNI selalu diperingatkan untuk tak ikut campur dalam urusan politik. Namun di sisi lain, para politisi malah terlihat genit menggoda mereka untuk masuk ke ranah politik.
“Political endorsement yang dilakukan oleh para politisi justru memperlihatkan bahwa dalam proses pemilihan calon Panglima TNI, kepentingan politik lebih mendominasi ketimbang kehendak membangun TNI yang mumpuni dan profesional,” kata dia.
Nama Yudo menjadi sosok yang paling berpeluang untuk meneruskan tongkat komando Andika. Terlebih, di era Jokowi, belum ada panglima TNI yang berasal dari matra laut.
Fahmi menyampaikan bahwa Yudo telah menunjukkan kapasitasnya dalam membangun TNI AL yang profesional, modern, dan tangguh sebagaimana visinya menjadi KSAL.
“Secara faktual hal ini sudah diwujudkan dalam berbagai produk program dan kebijakan,” terang dia.
Baca juga: KSAL: Jika Bukan Jasa Besar Megawati, KRI Dewaruci Sudah Jadi Museum
Program dan kebijakan tersebut di antaranya pembangunan Satuan Pendidikan (Satdik) I di Belawan, Satdik II di Makassar dan Satdik III di Sorong. Menurutnya, kebijakan ini merupakan sejarah bagi TNI AL yang tak lagi Jawasentris dalam pola pendidikan.
Sementara, implementasi modernisasi diwujudkan melalui dukungan terhadap pengadaan kapal-kapal baru dari industri dalam negeri maupun pengadaan alutsista lain yang berteknologi terkini.
“Dalam hal ketangguhan, gelar latihan bersama dengan sejumlah negara maupun pelibatan dalam misi internasional seperti MTF Lebanon, Reimpex di Hawai, bisa menjadi contoh,” imbuh dia.
Sementara itu, Andika dan Yudo kompak memberikan jawaban yang sama terkait wacana pergantian panglima TNI.
Keduanya menyebut bahwa pergantian panglima TNI menjadi hak prerogatif presiden.
“Itu kan (hak) prerogatif presiden,” kata Yudo kepada wartawan saat mendampingi Andika dalam pameran Naval Expo di Balai Samudera, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Minggu (11/9/2022).
Selanjutnya, para wartawan menanyakan hal serupa kepada Andika. Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) itu pun memberikan jawaban yang sama bahwa pemilihan panglima TNI menjadi hak prerogatif presiden.
“Sama, itu hak prerogatif presiden,” singkat Andika.
Setelah mendengar jawaban dari Andika, Yudo meminta agar publik tidak berandai-andai mengenai pergantian panglima TNI.
“Jangan berandai-andai, sesuai prerogatif presiden,” tegas Yudo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.