Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ferdian Andi
Peneliti dan Dosen

Peneliti Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) | Pengajar di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta

Menjaga Akuntabilitas Derma Warga

Kompas.com - 06/09/2022, 07:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Keberadaan media sosial menjadi cara cepat untuk menggalang bantuan jika terdapat musibah yang menimpa warga lainnya.

Namun di tengah kemudahan dan kecepatan penggalangan, masalah serius muncul, yakni soal transparansi penggalangan dana tersebut.

Kedua, lemahnya mekanisme pelaporan atas dana yang terkumpul. Penggalangan donasi warga tidak diikuti mekanisme pelaporan penggalangan dana yang akuntabel.

Belum ada mekansime yang mengatur tentang kewajiban pelaporan hasil pengumpulan dana ke publik.

Ketiga, praktik tumpang tindih bantuan. Dalam praktiknya tak sedikit terjadi ketimpangan perolehan bantuan satu tempat dengan tempat lainnya khususunya saat merespons peristiwa bencana alam yang sporadis.

Dalam konteks ini, persoalan data di lapangan serta aktivasi unit pemerintah hingga di level bawah menjadi isu penting.

Keempat, posisi pemerintah di satu sisi sebagai regulator dan di sisi yang lain sebagai penyelenggaran filantropi melalui Kementerian Sosial semestinya menjadi konduktor dalam orkestra filantropi di Indonesia khususnya dalam merespons kegawatdaruratan di tengah masyarakat seperti bencana alam dan lainnya.

Dalam beberapa peristiwa lembaga filantropi partikelir lebih atratktif dan dinamis dalam mitigasi di lapangan, setidaknya melalui narasi di publik.

Sedikitnya empat persoalan yang muncul di lapangan itu belum dapat terjawab melalui keberadaan aturan seperti UU No 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang, PP No 29 Tahun 1980 tentang Pelaksana Pengumpulan Sumbangan, UU No 15 Tahun 2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengumpulan dan Penggunaan Sumbangan Masyarakat Bagi Penanganan Fakir Miskin serta Permensos No 8 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau Barang.

Sejumlah aturan tersebut lebih banyak mengatur tentang birokratisasi perizinan lembaga dalam pengumpulan sumbangan baik uang maupun barang.

Ragam aturan tersebut belum secara adaptif dalam merespons ragam persoalan yang muncul baik dari sisi hulu hingga hilir dalam praktik filantropi di Indonesia.

Isu pendataan lembaga, transparansi, pengawasan, serta integrasi gerakan filantropi antara negara dan warga negara belum muncul.

Pemerintah dalam kapasitasnya sebagai penyelenggara pemerintahan dapat mengaktifkan fungsi pengaturan sekaligus pengawasan baik bersifat preventif maupun represif dalam tata laksana filantropi di Indonesia.

Meski, harus ditekankan keterlibatan negara bukan dalam rangka birokartisasi filantropi yang justru menghambat respons cepat (quick response) penyaluran bantuan di masyarakat yang tertimpa musibah.

Kolaborasi negara dan warga

Praktik filantorpi di Indonesia khususnya dalam merespons kejadian luar biasa di tengah-tengah masyarakat dalam kenyataanya melahirkan kolaborasi antara negara dan warga negara. Sejumlah peristiwa penting mengonfirmasi ihwal tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com