Kendati demikian, lanjut Hibnu, status penahanan Putri sangat mungkin berubah seiring dengan perkembangan kasus ini.
Bisa jadi saat ini polisi tidak menahannya, namun, setelah kasus dilimpahkan ke kejaksaan atau pengadilan, istri Sambo itu ditahan.
"Tergantung subjektivitas dari masing-masing penegak hukum," kata dia.
Dihubungi terpisah, pakar psikologi forensik dan pemerhati kepolisian Reza Indragiri Amriel juga menyampaikan hal senada.
Menurut dia, wajar jika kini masyarakat membandingkan status penahanan Putri dengan tersangka atau terdakwa perempuan di kasus-kasus lainnya.
Baca juga: Rencana Pembunuhan Brigadir J Disusun di Rumah Pribadi Sambo Setelah Putri Tiba dari Magelang
"Kalau ternyata masyarakat melihat ada kesenjangan, ada kekontrasan perlakuan, maka equity (keadilan) hasilnya negatif," ujar Reza kepada Kompas.com, Kamis (1/9/2022).
"Konkritnya, ketika masyarakat sudah menilai equity negatif, maka ini dikhawatirkan akan bisa menurunkan kepercayaan pada Polri," katanya.
Reza memahami bahwa rutan atau lapas bukan ruang ideal untuk membesarkan anak. Namun, berbagai studi merekomendasikan anak-anak tetap diasuh langsung oleh orangtua, sekalipun berstatus sebagai penghuni rutan atau lapas.
Oleh karenanya, menurut Reza, kasus Putri Candrawathi bisa menjadi titik awal bagi kepolisian membenahi rutan dan lapas sehingga bisa menerima para tahanan perempuan yang memiliki anak.
"Jadi tidak ada sebetulnya kendala bagi otoritas kepolisian dengan menjadikan anak sebagai alasan untuk tidak melakukan penahanan pada PC," kata dia.
Adapun selain Putri, hingga kini polisi telah menetapkan empat tersangka lainnya dalam kasus kematian Brigadir J. Keempatnya yaitu Irjen Ferdy Sambo, Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebelumnya menyampaikan, tak ada insiden baku tembak antara Bharada E dengan Brigadir J di rumah Sambo sebagaimana narasi yang beredar di awal.
Baca juga: Perintahkan Bharada E Eksekusi Brigadir J, Ferdy Sambo: Woy, Tembak Cepat!
Peristiwa sebenarnya, Sambo memerintahkan Eliezer untuk menembak Yosua di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Setelahnya, dia menembakkan pistol milik Brigadir J ke dinding-dinding rumah supaya seolah terjadi tembak-menembak.
"Untuk membuat seolah-olah telah terjadi tembak-menembak, Saudara FS (Ferdy Sambo) melakukan penembakan dengan senjata milik senjata J (Yosua) ke dinding berkali-kali untuk membuat kesan seolah telah terjadi tembak-menembak," kata Sigit dalam konferensi pers, Selasa (9/8/2022).
Kelima tersangka disangkakan perbuatan pembunuhan berencana dan dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Ancaman pidananya maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.