Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ambivalensi Ferdy Sambo: Minta Maaf soal Kasus Brigadir J tapi Tak Mengaku Salah

Kompas.com - 30/08/2022, 05:30 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sikap Irjen Ferdy Sambo dalam kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dipertanyakan.

Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Dia diduga menjadi otak pembunuhan berencana anak buahnya sendiri.

Sambo memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E untuk menembak Yosua di rumah dinasnya di Kompleks Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).

Setelahnya, dia menembakkan pistol milik Brigadir J ke dinding-dinding rumah agar seolah terjadi insiden baku tembak.

Baca juga: Tiada Air Mata Ferdy Sambo di 17 Jam Sidang Etik Berujung Pemecatan...

Awal ditetapkan sebagai tersangka, Sambo langsung menyampaikan permohonan maaf. Jenderal bintang dua itu mengaku telah merekayasa kasus kematian Yosua.

"Izinkan saya sebagai manusia yang tidak lepas dari kekhilafan secara tulus meminta maaf dan memohon maaf sebesar-besarnya," kata kuasa hukum Sambo, Arman Hanis, membacakan pesan dari kliennya dalam keterangan pers yang ditayangkan Kompas TV, Kamis (11/8/2022).

"Khususnya kepada rekan sejawat Polri beserta keluarga serta masyarakat luas yang terdampak akibat perbuatan saya yang memberikan infomasi yang tidak benar serta memicu polemik dalam pusaran kasus Duren Tiga yang menimpa saya dan keluarga," tuturnya.

Kala itu, Sambo mengaku dirinya bakal patuh pada proses hukum yang berjalan.

Baca juga: 4 Pernyataan Terkini Kapolri soal Kasus Ferdy Sambo dan Brigadir J

Pengusutan kasus ini pun terus berjalan. Sambo kembali meminta maaf atas perbuatannya.

Permintaan maaf kali ini Sambo tuliskan dalam secarik kertas tertanggal 22 Agustus 2022 yang dibubuhi tanda tangannya serta materai Rp 10.000.

Dalam suratnya, dia mengaku menyesal telah merencanakan sekaligus menyusun rekayasa kasus kematian Yosua.

"Dengan niat yang murni, saya ingin menyampaikan rasa penyesalan dan permohonan maaf yang mendalam atas dampak yang muncul secara langsung pada jabatan yang senior dan rekan-rekan jalankan dalam institusi Polri atas perbuatan saya yang telah saya lakukan," tulis Sambo.

Sambo menyadari bahwa atas perbuatannya, banyak rekan dan seniornya di kepolisian yang ikut menanggung akibatnya.

Puluhan polisi, bahkan yang berpangkat jenderal, dicopot dari jabatannya dan dimutasi ke Pelayanan Markas (Yanma) Polri.

Sambo juga bilang, dirinya siap menjalankan seluruh konsekuensi sesuai hukum yang berlaku.

"Saya mohon permintaan maaf saya dapat diterima dan saya menyatakan siap untuk menjalankan setiap konsekuensi sesuai hukum yang berlaku," tulis Sambo.

"Saya juga siap menerima tanggung jawab dan menanggung seluruh akibat hukum yang dilimpahkan kepada senior rekan-rekan yang terdampak," lanjutnya.

Sambo pun berharap proses hukum kasus ini dapat memberikan keadilan bagi semua pihak.

Baca juga: Update Kasus Brigadir J: Sambo Ajukan Banding hingga Putri Candrawathi Kekeh Mengaku Korban Pelecehan

Tak terima dipecat

Proses hukum kasus ini pun berlanjut. Pada Kamis (25/8/2022) pagi hingga Jumat (26/8/2022) dini hari, digelar sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) untuk Sambo.

Setidaknya, 15 orang diperiksa dalam sidang ini, termasuk 3 tersangka selain Sambo yakni Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf.

Sidang 17 jam itu memutuskan pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat terhadap Sambo.

"Pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH sebagai anggota Polri," kata Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Kabaintelkam) Komjen Ahmad Dofiri saat membacakan putusan sidang yang digelar di Mabes Polri, Jakarta.

Baca juga: Kepada Komnas HAM, Putri Candrawathi Mengaku Disuruh Ferdy Sambo Ubah Keterangan

Tak hanya dipecat, Sambo juga dijatuhi sanksi etik dengan dinyatakan melakukan perbuatan tercela dan sanksi administratif berupa penempatan khusus selama 40 hari.

Atas keputusan majelis sidang ini, Sambo langsung mengajukan banding.

"Mohon izin, sesuai dengan Pasal 29 PP 7 Tahun 2022, izinkan kami mengajukan banding, apa pun keputusan banding kami siap untuk laksanakan," katanya.

Sebelum dipecat, Sambo sempat mengajukan permohonan pengunduran diri dari kepolisian. Namun, permintaan itu ditolak Kapolri.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan apakah banding yang diajukan Sambo bakal diterima atau tidak.

"Ya kita lihat saja (bandingnya diterima atau tidak)," kata Sigit saat ditemui di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (28/8/2022).

Namun begitu, kata Sigit, Sambo memiliki hak untuk mengajukan banding.

"Nanti akan ada putusan lagi terkait dengan masalah permohonan yang bersangkutan," kata dia.

Tak mengaku salah

Melihat ini, peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang kepolisian Bambang Rukminto menilai, sikap Sambo menjadi ambivalen.

Di satu sisi, Sambo meminta maaf dan mengaku menyesali perbuatannya. Namun, dia mengajukan banding atas pemecatannya dari kepolisian.

Baca juga: Komnas HAM Sebut Emosi Ferdy Sambo Naik Saat Ditanya soal Peristiwa Magelang dan Jalan Saguling

Kendati mengajukan banding pemecatan merupakan hak setiap personel Polri, menurut Bambang, ini menunjukkan bahwa Sambo tak mengakui kesalahannya.

"Selain karena menggunakan hak bandingnya secara aturan, mengapa Sambo melakukan banding?" kata Bambang kepada Kompas.com, Senin (29/8/2022).

"Bagi publik tentu dilihat sebagai bentuk tak mengakui kesalahan," tuturnya.

Menurut Bambamg, naluri tak mengakui kesalahan bukan muncul tiba-tiba. Baginya, ini terbentuk karena penyimpangan korsa.

Jabatan yang tinggi dan luasnya kewenangan Sambo di institusi Polri sangat mungkin memunculkan arogansi.

Baca juga: Kejagung Kembalikan Berkas Perkara Sambo dan 3 Tersangka Pembunuhan Brigadir J ke Bareskrim

Bambang berpendapat, ini tak hanya terjadi pada Sambo semata, tetapi jamak ditemui di Korps Bhayangkara.

"Makanya sampai sekarang tidak pernah ada permintaan maaf dari polisi kepada publik," ujarnya.

Lebih lanjut, Bambang berharap Kapolri mempercepat pembentuk komisi banding agar sidang KKEP banding lekas digelar. Dengan demikian, keputusan pemecatan Sambo dapat segera inkrah.

Menurut dia, sudah seharusnya polisi menolak permohonan banding Sambo. Tak ada alasan bagi Polri mengabulkan permintaan tersangka kasus pembunuhan berencana itu.

"Sebenarnya sudah tak perlu lagi ada pertimbangan lagi. Prestasi dan jasa Sambo kalaupun ada tentunya terhapuskan dengan tindakan fatal yang ditersangkakan Pasal 340 KHUP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) subsider 338 jo 55 jo 56," kata Bambang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Nasional
Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Nasional
Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Nasional
Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Nasional
Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com