Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Pastikan Tetap Tak Akui Pemerintahan Taliban di Afghanistan

Kompas.com - 26/08/2022, 10:19 WIB
Fika Nurul Ulya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Teuku Faizasyah menyatakan Indonesia masih tetap tidak mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan, meski sudah setahun berkuasa.

Dia menuturkan, Indonesia hanya memiliki misi bantuan kemanusiaan di negara tersebut, dengan fokus utamanya adalah memberikan bantuan untuk masyarakat yang mengalami berbagai tekanan ekonomi, kesehatan, serta memberikan bantuan kekonsuleran.

"Mengenai Afghanistan, sejauh dari kebijakan Indonesia belum banyak mengalami perubahan, sekalipun kita sudah memiliki misi kemanusiaan Indonesia di Afghanistan," kata Teuku Faizasyah dalam media briefing di Jakarta, Kamis (25/8/2022).

Baca juga: Setahun Taliban Kuasai Afghanistan, Upaya Memulihkan Ekonomi Belum Berhasil

Pria yang karib disapa Faiza ini menjelaskan, ada beberapa parameter yang menjadi rujukan Indonesia dalam memberi pengakuan. Parameter ini disepakati menjadi rujukan dalam melihat pelaksanaan pengelolaan suatu negara atau pemerintahan.

Parameter yang dimaksud adalah pembentukan pemerintahan inklusif yang melibatkan elemen masyarakat, adanya penghormatan terhadap HAM termasuk kelompok minoritas dan perempuan, serta tidak dijadikannya wilayah Afghanistan sebagai tempat bagi tumbuh kembangnya aktivitas terorisme.

Namun, kata Faiza, belum ada perkembangan apapun selama setahun terakhir dari pemerintahan Taliban di Afghanistan terkait tiga parameter itu.

Baca juga: Di Bawah “Apartheid” ala Taliban: Sebelumnya Saya Polisi Wanita, Sekarang Saya Mengemis di Jalan

"Dalam setahun ini memang kita belum bisa memberikan satu penilaian adanya kemajuan yang signifikan atas 3 parameter tersebut, sehingga masih diperlukan waktu untuk kita mengubah posisi yang sudah kita garisbawahi sejak tahun lalu," tutur Faiza.

Dengan tidak terpenuhinya 3 parameter, tak heran status pemerintahan Taliban di Afghanistan di mata Indonesia masih sama.

Saat ini Kemenlu hanya fokus memberikan bantuan kemanusiaan dan memberikan update terbaru kepada pemerintah. Begitu pun memberikan masukan kepada pemerintah pusat terkait berbagai perkembangan yang perlu dicermati.

Baca juga: Siapa Taliban dan Apa Tujuannya?

"Status belum berubah, yang kita lakukan adalah lebih pada fokus pada memberikan bantuan kemanusiaan untuk masyarakat," jelas Faiza.

Sebagai informasi, banyak hak perempuan yang direnggut selama satu tahun Taliban berkuasa.

Usai kekuasaan Afganistan beralih dari Amerika Serikat (AS) ke Taliban pada 15 Agustus 2021, banyak perempuan takut pemerintahan yang baru akan berdampak terhadap kehidupan mereka. Banyak dari ketakutan itu kini menjadi kenyataan.

Serangkaian keputusan dan panduan resmi dibuat sebagai bentuk pembatasan ketat secara formal, meskipun cara penerapan dan penegakannya tidak merata di satu daerah dan daerah lainnya.

Baca juga: Mantan Presiden Afghanistan Sebut Kesepakatan Trump dan Taliban adalah Bencana

Salah satu kebebasan perempuan yang direnggut yakni wajibnya pembawa acara perempuan di televisi untuk siaran dengan wajah tertutup. Presenter TV Tolo, Yalda Ali, mengunggah video di media sosial, sehari setelah pengumuman.

Dia berkata, semua rekan laki-lakinya juga mengenakan penutup wajah saat siaran, sebagai bentuk protes atas instruksi Taliban.

"Secara tidak langsung mereka menekan kami agar kami berhenti tampil di TV," kata seorang jurnalis yang bekerja di Kabul, dikutip dari BBC.

Di sisi ekonomi, warga Afghanistan hampir miskin secara universal. Kelompok 32 Afghanistan dan organisasi non-pemerintah internasional (LSM) menyatakan, 95 persen populasi Afghanistan tidak memiliki cukup makanan untuk dimakan.

Terlebih lagi wanita dan anak perempuan Afghanistan menderita secara tidak proporsional. LSM di lapangan melaporkan bahwa keluarga dipaksa untuk membuat pilihan yang mustahil untuk bertahan hidup.

"Dalam 12 bulan terakhir, jutaan warga Afghanistan telah mengalami gelombang kesulitan baru, dengan kelaparan yang meluas, pengangguran, dan kemiskinan yang hampir universal,” kata kelompok tersebut dalam pernyataan yang mewakili sebagian besar lembaga besar yang beroperasi di negara itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com