JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjelaskan alasan hingga saat ini pemerintah belum juga mengambil sikap soal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Menurut Arifin, keputusan kenaikan harga BBM bersubsidi mempertimbangkan banyak aspek.
"Kita akan bahas lagi," ujar Arifin di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, saat ditanya wartawan mengenai kepastian kapan pemerintah akan mengumumkan kenaikan harga BBM, Rabu (24/8/2022).
"Keputusan ini kan harus mempertimbangkan banyak aspek. Aspek daya beli dan kemampuan pendanaan pemerintah," tuturnya.
Baca juga: Sejumlah Menteri Jokowi Merapat ke Kantor Airlangga, Bahas BBM Subsidi?
Selain itu, pemerintah juga memperhitungkan kondisi akhir tahun yang mana diprediksi kebutuhan energi akan meningkat.
"Ketersediaan energi terbatas, harganya bisa meningkat, mau masuk musim dingin di luar, sekarang kita harus upayakan penuhi paling enggak listrik, untuk manfaatkan maksimum capacity base load dalam negeri," tambah Arifin.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah hingga saat ini belum memutuskan soal tiga opsi skema subsidi BBM bersubsidi.
Dirinya menjelaskan, saat ini tiga opsi tersebut masih didiskusikan oleh para menteri.
Baca juga: Erick Thohir: Pemerintah Tidak Hilangkan Subsidi BBM, tapi Hanya Dikurangi
Setelah itu, hasilnya baru dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo.
"Belum (belum diputuskan skema subdisi yang diambil)," ujar Sri Mulyani di kompleks Istana Kepresidenan, Rabu sore.
"Kita kita sedang diskusikan di antara para menteri. Nanti dilaporkan ke Bapak, kemudian baru disiapkan (skema yang diputuskan)," tegasnya.
Sebelumnya, Sri Mulyani memberikan penjelasan terkait kebijakan BBM subsidi yakni Pertalite dan Solar.
Dia menyebutkan ada tiga pilihan terkait penanganan BBM subsidi di tengah lonjakan harga minyak mentah.
Menurut Sri Mulyani, ketiganya bukan pilihan yang mudah.
Baca juga: Pemerintah Berencana Alihkan Anggaran Subsidi BBM ke Kendaraan Listrik
Bendahara Negara itu menjelaskan, pilihan pertama yaitu menaikkan anggaran kompensasi dan subsidi energi sehingga semakin membebani APBN.
Pilihan kedua yakni mengendalikan volume Pertalite dan Solar,
Kemudian, pilihan ketiga adalah dengan menaikkan harga BBM subsidi.
"Semua kombinasi di antara ketiga ini, tiga-tiganya sama sekali enggak enak," ujarnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Selasa.
Ia menjelaskan tanpa kenaikan harga Pertalite dan Solar maka negara harus kembali "nombok" sebesar Rp 198 triliun untuk anggaran subsidi dan kompensasi energi.
Saat ini anggaran subsidi dan kompensasi energi 2022 masih dipatok sebesar Rp 502,4 triliun.
Angka itu sudah membengkak 229 persen atau sebesar Rp 349,9 triliun dari anggaran semula sebesar Rp 152,1 triliun.
"APBN jelas sekali akan sangat berat karena subsidi BBM itu sudah naik tiga kali lipat, ternyata masih kurang lagi," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.