Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
M Nurul Fajri
Peneliti Hukum Tata Negara dan Tenaga Ahli

Peneliti Hukum Tata Negara; Alumni Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Andalas dan Erasmus Scholarship Radboud University

Wacana Konversi Perwira TNI ke Jabatan Sipil

Kompas.com - 23/08/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BARU-BARU ini Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan mengatakan telah lama mengusulkan agar UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) diubah.

Luhut pun menjelaskan tujuan UU TNI diubah supaya perwira aktif TNI dapat ditugaskan di kementerian/lembaga tanpa harus menunggu jadi purnawirawan atau dipurnawirawankan.

Usulan Luhut ini sejatinya tidaklah baru. Bahkan beberapa waktu belakangan, tanpa mengubah UU TNI pun, penempatan perwira TNI aktif di jabatan sipil telah dilakukan.

Secara tidak langsung hal ini tentu telah membangunkan kembali dwi fungsi ABRI atau militerisme dalam ranah sipil.

Padahal salah satu jati diri TNI yang dinyatakan dalam UU TNI adalah TNI yang profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.

Hal ini tentu membawa kemunduran demokrasi di Indonesia, karena bertentangan dengan semangat reformasi.

Pengakuan

Sekalipun masih wacana dan berbahaya bagi demokrasi di Indonesia, pernyataan Luhut ini juga merupakan sebuah pengakuan akan masalah tentang penempatan perwira TNI aktif di jabatan sipil.

Pengakuan akan pengingkaran terhadap ketentuan Pasal 47 UU TNI yang menegaskan prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil terlebih dahulu melepaskan diri dari dinas aktif di institusi TNI.

Apa yang dikatakan oleh Luhut, secara tidak langsung telah menampar wajah Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian yang beberapa waktu lalu, mengangkat perwira TNI aktif menjadi Pj kepala daerah.

Luhut turut menganulir pengingkaran terhadap penunjukan Pj kepala daerah yang mengenyampingkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XX/2022.

Di mana dalam putusan tersebut menggariskan jabatan struktural ASN yang dapat diisi Anggota TNI/Polri aktif sesuai dengan Pasal 47 UU TNI hanya diperbolehkan menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung.

Itupun hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan pimpinan departemen dan lembaga pemerintahan non departemen serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan departemen dan lembaga pemerintah non departemen di maksud.

Di mana jabatan di pemerintah daerah tidaklah termasuk dalam salah satu dari sepuluh jabatan struktural yang diperbolehkan.

Apalagi keputusan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian mengangkat perwira aktif TNI menjadi Pj Kepala Daerah ini bukan tidak mungkin akan bertambah jumlahnya. Mengingat pilkada serentak baru akan diselenggarakan pada November 2024.

Sementara sebanyak 272 kepala daerah habis atau akan habis masa jabatannya sebelum pilkada serentak dilaksanakan.

Luhut secara implisit menegaskan bahwa pelibatan perwira aktif TNI di ranah sipil selama ini harus berpegang pada ketentuan dalam UU TNI. Bukan peraturan perundang-undangan lainnya di bawah undang-undang yang jelas bertentangan.

Kelebihan perwira berpangkat jenderal adalah masalah lain yang dijelaskan oleh Luhut sebagai dasar kenapa UU TNI harus diubah.

Pengubahan UU TNI ini diharapkan dapat menghindari munculnya konflik di internal TNI yang terjadi karena perebutan jabatan.

Alasan kedua yang disampaikan oleh Luhut ini secara tersirat menegaskan bahwa reformasi di tubuh TNI belumlah usai. Terutama dalam hal manajemen sumber daya manusia.

Akan tetapi persoalan kelebihan ini semestinya tidak dipahami dengan mengubah UU TNI untuk menyebar perwira TNI aktif di jabatan sipil. Karena idealnya, mekanisme promosi yang lebih selektif lah yang harus diterapkan.

Reformasi birokrasi

Permasalahan di tubuh institusi TNI semestinya diselesaikan secara internal. Karena kelebihan jumlah perwira tinggi TNI terjadi karena sistem promosi kepangkatan di tubuh TNI itu sendiri.

Opsi menyelesaikan permasalah tersebut dengan membuka kemungkinan konversi perwira TNI aktif dapat menduduki jabatan sipil, justru menimbulkan masalah baru.

Sebab, jabatan sipil mengalami kelebihan jumlah pejabat tinggi pratama dan pejabat tinggi madya.

Bukti nyata kelebihan jumlah pejabat tinggi pratama dan pejabat tinggi madya ini dapat dilihat dengan pembentukan organisasi tata kelola di kementerian/lembaga.

Di mana tugas dan fungsi antar masing-masing organisasi tata kelola yang setingkat sejatinya tidak begitu jelas demarkasinya. Atau dengan kata lain dapat digabungkan menjadi satu, namun justru dipecah menjadi beberapa.

Tak jarang hal ini hanya untuk mengakomodir keberadaan jabatan tertentu setingkat eselon II dan eselon I atau bahkan kementerian sekalipun.

Semisal penggabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Kelautan, atau Kementerian Koordinator Perekonomian diubah menjadi kementerian teknis dan digabung dengan Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Investasi, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian BUMN. Kementerian tersebut memiliki ruang lingkup kerja yang relatif sama.

Atau penggabungan Direktorat Jenderal Tata Ruang di Kementerian Agraria dan Tata Ruang ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional di bawah Kedeputian Pengembangan Regional karena secara tugas dan fungsi bidang tata ruang merupakan unit kerja di bagian hulu atau perencanaan.

Akan lebih ideal apabila terintegrasi di bawah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Maka dari itu, masuknya perwira TNI aktif menduduki jabatan sipil, tentu hanya memindahkan locus permasalahan yang ada di institusi TNI ke kementerian/lembaga dan sudah bisa dipastikan menambah permasalahan yang hingga hari ini belum terselesaikan di kementerian/lembaga.

Namun demikian, persoalan ini justru membuktikan, baik di institusi TNI maupun di kementerian/lembaga, menyangkut reformasi birokrasi merupakan persoalan yang belumlah selesai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com