Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Panjang Kasus Kematian Brigadir J hingga Ferdy Sambo Jadi Tersangka Pembunuhan

Kompas.com - 10/08/2022, 14:35 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

Dugaan Inspektorat Khusus Polri, Sambo melakukan pelanggaran etik karena tidak profesional dalam melakukan olah TKP kasus kematian Brigadir J dengan mengambil CCTV di lokasi kejadian.

7 Agustus: Bripka RR tersangka

Tersangka dalam kasus kematian Brigadir J bertambah menjadi 2 orang pada Minggu (7/8/2022). Polisi menetapkan Bripka RR, ajudan istri Sambo, sebagai tersangka.

Dia disangkakan pasal pembunuhan berencana yang termaktub dalam Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.

Baca juga: Ferdy Sambo Rancang Skenario Seolah Ada Adu Tembak yang Tewaskan Brigadir J

Pada tanggal yang sama, Putri Candrawathi atau PC, istri Sambo, untuk pertama kalinya muncul ke publik. Dia mendatangi Mako Brimob untuk mengunjungi suaminya.

Sambil menangis, PC menyampaikan bahwa dirinya percaya pada suaminya dan tulus mencintai Sambo.

"Saya putri bersama anak-anak mempercayai dan tulus mencintai suami saya," kata Putri dikutip dari tayangan Kompas TV.

PC juga meminta doa agar keluarganya bisa menjalani masa-masa yang sulit ini dengan cepat. Dia pun mengaku telah memaafkan semua yang dialami keluarganya.

8 Agustus: pengakuan Bharada E

Setelah kasus ini berjalan genap sebulan, Bharada E membuat pengakuan mengejutkan mengenai penembakan Brigadir J.

Di awal terungkapnya kasus ini, Bharada E mengaku bahwa dirinya menembak karena merespons tembakan Brigadir J.

Namun, belakangan, dia memberikan pengakuan berbeda. Keterangan terbaru Eliezer dicatat oleh penyidik kepolisian Baresrkim Polri pada Sabtu (6/8/2022).

Menurut pengacara Bharada E, Muhammad Boerhanuddin, kliennya mengungkap bahwa tak ada baku tembak di rumah Sambo di hari kematian Yosua.

Tembakan yang diletuskan dari pistol Brigadir J hanya untuk membuat seolah-olah terjadi peristiwa baku tembak. Tembakan itu diarahkan ke dinding di sekitar TKP.

Boerhanuddin juga mengungkapkan bahwa atasan langsung Bharada E ada di lokasi kejadian saat Brigadir J ditembak.

Baca juga: Soal Ferdy Sambo Ikut Tembak Brigadir J atau Tidak, Polri Masih Mendalaminya

Menurut Boerhanuddin, Bharada E saat itu mendapat tekanan untuk menembak Brigadir J, sehingga dia tak punya pilihan lain untuk melepaskan peluru.

"Iya betul (ada perintah). Disuruh tembak. 'Tembak, tembak, tembak'. Begitu," kata Boerhanuddin saat dihubungi, Senin (8/8/2022).

9 Agustus: Sambo tersangka

Akhirnya, Selasa (9/8/2022) Sambo ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.

Polisi mengungkap, Sambo merupakan sosok yang memerintahkan Bharada E untuk menembak Yosua.

"Peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap Saudara J (Yosua) yang mengakibatkan Saudara J meninggal dunia, yang dilakukan oleh Saudara RE (Richard Eliezer) atas perintah saudara FS (Ferdy Sambo)," kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam konferensi pers di gedung Mabes Polri, Jakarta, Selasa (9/8/2022).

Kapolri mengatakan, tak ada insiden baku tembak di rumah Sambo sebagaimana narasi yang sebelumnya beredar.

Setelah memerintahkan Eliezer menembak Yosua, Sambo menembakkan pistol ke dinding-dinding rumahnya supaya seolah terjadi tembak-menembak.

Adapun pistol yang digunakan untuk menembak ke dinding tersebut ialah milik Brigadir J.

"Untuk membuat seolah-olah telah terjadi tembak-menembak, Saudara FS melakukan penembakan dengan senjata milik senjata J ke dinding berkali-kali untuk membuat kesan seolah telah terjadi tembak-menembak," terang Sigit.

Bersamaan dengan penetapan tersangka Sambo, ditetapkan pula KM sebagai tersangka yang berperan membantu dan menyaksikan penembakan terhadap Brigadir J.

KM merupakan warga sipil yang berstatus sebagai asisten rumah tangga (ART) sekaligus sopir istri Sambo.

Hingga kini, total ada empat tersangka di kasus ini yakni Ferdy Sambo, Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan KM.

Keempatnya disangkakan pasal pembunuhan berencana, yakni Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com