Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog: Butuh Waktu 5 Tahun agar Covid-19 Jadi Penyakit Biasa

Kompas.com - 08/08/2022, 10:13 WIB
Fika Nurul Ulya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, memprediksi butuh waktu sekitar lima tahun agar Covid-19 menjadi penyakit biasa di sekitar masyarakat.

Dia bilang, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari ketersediaan obat, efektivitas vaksinasi, hingga faktor psikologis di masyarakat.

"Kapan (Covid-19) ini bisa (menjadi penyakit biasa) agak sulit menebak. Katakanlah menurut saya lima tahunan, dengan merujuk pada riset-riset sebelumnya dan merujuk pada obat dan hal lain," ucap Dicky saat dihubungi Kompas.com, Senin (8/8/2022).

Baca juga: CDC Sebut Long Covid-19 pada Anak dan Remaja Berisiko Menyebabkan Kondisi Fatal

Dari faktor psikologis seperti stigma yang beredar di masyarakat, virus Covid-19 masih dianggap menakutkan meski stigma ini jauh lebih menurun dibanding masa awal penularan.

Menurut Dicky, stigma-stigma serupa juga pernah terjadi untuk beberapa kasus penyakit lain di zaman dulu, salah satunya demam tifoid. Demam yang disebabkan oleh penyebaran bakteri dalam air dan makanan ini sempat ditakuti masyarakat.

"Zaman dulu itu apalagi 50-100 tahun lalu demam tifoid ditakuti. Jadi kalau bicara stigma, stigmanya kan masih ada walaupun sudah jauh lebih menurun," ungkap Dicky.

Baca juga: Diskresi SKB 4 Menteri, Ini Aturan PTM Terbaru Jika Ada Positif Covid-19

Hal lain yang berpengaruh adalah efektivitas obat yang membuat masyarakat yakin akan sembuh jika tertular. Namun kini, obat Covid-19 masih sangat terbatas dan mahal.

Belum lagi beberapa obat yang sudah mendapat izin edar atau (Emergency Use Authorization/EUA) oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak sepenuhnya efektif mengatasi Covid-19.

"Obatnya belum relatif memadai atau sempurna sebagai obat yang bisa menyembuhkan. Yang terkini, (obat) Paxlovid, itu ada isu reborn infection atau reborn fenomena sehingga menimbulkan keraguan," jelas Dicky.

Baca juga: Dinkes DKI: Ada 20.490 Kasus Aktif Covid-19 di Jakarta

Kemudian, proteksi vaksinasi Covid-19 bahkan booster memiliki durasi pendek tidak sampai satu tahun. Dicky bilang idealnya, proteksi vaksin untuk penyakit menular harus berkisar lima tahun agar virus ini dapat dicegah dengan baik.

"Vaksin bicara tentang durasi proteksinya. Obat bicara tentang mencegah keparahan, kematian, mudah dikonsumsi dari sisi rasa, jumlah, dan harga. Ini yang masih jadi PR," tutur dia.

Selain vaksin, kata Dicky, pencegahan Covid-19 yang paling dominan adalah menerapkan strategi testing, tracing, treatment, hingga menjaga jarak, mencuci tangan, dan memakai masker.

Baca juga: Covid-19 Masih Ada, Tips agar Anak Betah Pakai Masker di Sekolah

Bagaimanapun, cara-cara tersebut masih sangat efektif mencegah penularan virus agar tidak hanya mengandalkan akselerasi vaksinasi Covid-19.

"Perilaku hidup sehat, itu yang harus kita jadikan budaya baru karena cara ini yang akan berpotensi mengurangi virus bersirkulasi dan bermutasi. Jadi kombinasi dari itulah yang mampu menjawab kapan (Covid-19) menjadi penyakit biasa," sebutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Nasional
Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Nasional
MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasional
Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Nasional
Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Nasional
CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

Nasional
Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum 'Move On'

Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum "Move On"

Nasional
CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

Nasional
Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada 'Stabilo KPK'

Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada "Stabilo KPK"

Nasional
CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

Nasional
MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

Nasional
CSIS: 138 dari 580 Caleg Terpilih di DPR Terasosiasi Dinasti Politik

CSIS: 138 dari 580 Caleg Terpilih di DPR Terasosiasi Dinasti Politik

Nasional
Idrus Marham Dengar Kabar Golkar Dapat 5 Kursi Menteri dari Prabowo

Idrus Marham Dengar Kabar Golkar Dapat 5 Kursi Menteri dari Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com