Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potret Kelam TKI di Kamboja: Tergiur Gaji Besar Berujung Disetrum hingga Disekap

Kompas.com - 02/08/2022, 09:23 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Puluhan pekerja migran Indonesia (PMI) yang disekap oleh perusahaan investasi ilegal di Kamboja berhasil diselamatkan pemerintah. Akan tetapi, masih banyak pekerja migran lain yang belum dipulangkan ke Indonesia.

Mereka yang selamat dari penyekapan ini membongkar peristiwa kelam yang mereka alami selama bekerja di Kamboja.

Berbagai penyiksaan mereka alami selama bekerja di perusahaan ilegal tersebut, mulai dari dipukuli hingga disetrum. 

Baca juga: Kesaksian Pekerja Migran yang Disekap di Kamboja: Dipukul, Disetrum, hingga Tak Dapat Gaji

Migrant CARE memfasilitasi korban yang pernah disiksa di Kamboja untuk menceritakan pengalamannya selama disekap.

Selain itu, perwakilan keluarga dari PMI yang hingga saat ini masih terjebak di Kamboja juga memberikan kesaksian mengenai apa yang terjadi kepada anggota keluarganya. Berikut rangkumannya.

Dijanjikan gaji besar

Seorang PMI berinisial R menceritakan pengalamannya saat disekap perusahaan ilegal di Kamboja.

R merupakan korban penyekapan yang telah pulang ke Indonesia.

"Sebut saja nama saya R**, korban dari Kamboja bulan kemarin pas pulang ke Indonesia," ujar R dalam jumpa pers virtual yang digelar Migrant CARE, Senin (1/8/2022).

Baca juga: Cerita PMI Tergiur Gaji Rp 9 Juta Kerja di Kamboja, Disekap 2 Hari karena Ketiduran

R mengungkapkan, di perusahaan ilegal di Kamboja itu, memang banyak pekerja asal Indonesia.

R awalnya tertarik bekerja di perusahaan tersebut lantaran diiming-imingi gaji besar.

"Dijanjikan dengan gaji luar biasa, namun aslinya 0," ucapnya.

Pekerja dipukul hingga disetrum

Selain itu, R menjelaskan, apabila para pekerja tidak mencapai target yang dipatok perusahaan, maka mereka akan dihukum.

Dia menyebutkan, PMI di sana ada yang dipukul hingga disetrum.

"Dijualbelikan, dipukul, disetrum, ada yang sampai paspornya dibakar," kata R.

Hingga saat ini, R mengaku masih trauma jika membayangkan suasana bekerja di Kamboja.

Baca juga: Cegah Penipuan Kerja Terhadap WNI Kembali Berulang, Menlu Retno Segera Temui Kepolisian Kamboja

Awal mula berangkat ke Kamboja

Keluarga korban penyekapan di Kamboja menceritakan awal mula kerabatnya yang merupakan PMI itu mendapat pekerjaan.

Yanto, salah satu perwakilan keluarga, menceritakan bagaimana istrinya mendapat info lowongan pekerjaan di Kamboja. Menurut dia, info tersebut diterima dari seorang 'agen'.

"Jadi ada yang menawarkan kepada istri saya, ada pekerjaan di Kamboja dengan gaji yang baik. Sekitar Rp 7 juta-Rp 9 juta ditawarkan ke istri saya," ujar Yanto.

Yanto tidak berbicara spesifik siapa sang agen ini.

Baca juga: 242 WNI Jadi Korban Penipuan Loker di Kamboja Periode April 2021-Juni 2022

Mendengar informasi tersebut, ia dan istrinya tertarik. Pasalnya, gaji Rp 7 juta-Rp 9 juta tergolong fantastis bagi mereka.

Alhasil, mereka menawarkan pekerjaan tersebut kepada adik Yanto yang belum bekerja.

Namun, anehnya, agen tersebut meminta uang Rp 4 juta jika adik Yanto tertarik dengan pekerjaan di Kamboja itu.

"Karena kepenginnya kami mempekerjakan adik kami, dengan susah payah kami harus menjual emas, gelang, simpanan kami. Kami jual untuk bisa berangkatkan adik kami," tuturnya.

Baca juga: Polri: 55 WNI yang Disekap Perusahaan Investasi Ilegal Masih Diperiksa Polisi Kamboja

Setelah Yanto menyerahkan uang Rp 4 juta itu, agen tersebut mengurus kelengkapan dokumen untuk adik Yanto berangkat ke Kamboja.

Paspor adik Yanto bahkan selesai dalam jangka waktu 2 hari saja.

Kejanggalan berikutnya yang Yanto rasakan adalah saat adiknya tidak diberikan training sama sekali sebelum berangkat ke Kamboja.

Agen itu berdalih bahwa adik Yanto menolak mengikuti pelatihan.

"Padahal sebenarnya tidak. Adik saya tidak tahu. Jadi akhirnya diberangkatkan dengan 0 pengalaman, 0 keadaan segala macam," beber Yanto.

Pada akhirnya, adik Yanto berangkat ke Kamboja pada 15 Juli 2022. Adik Yanto dan kawan-kawan menempuh perjalanan selama 2 hari ke Kamboja.

Lelah kerja 16 jam, ketiduran, berujung disekap

Saat mulai bekerja di Kamboja, adik Yanto terkejut. Adik Yanto tidak sanggup bekerja di sana.

Bagaimana tidak, berdasarkan pengakuan adik Yanto, dirinya bekerja selama 16 jam dalam sehari.

Keesokan harinya, adik Yanto membuat kesalahan yaitu ketiduran. Adik Yanto pun disekap.

"Jadi adik saya dapat hukuman penyekapan selama 2 hari," ungkap Yanto.

Baca juga: Bukan Kali Ini Saja WNI Kena Tipu Tawaran Kerja di Kamboja

Perwakilan keluarga korban PMI Kamboja lainnya, Irma, mengatakan suaminya hingga saat ini masih belum dijemput pulang.

"Dengan ini saya berharap akan adanya tindakan penjemputan suami beserta sepupu dan teman-temannya di sana. Karena saat ini belum ada penjemputan untuk mereka. Saya sudah melapor ke kementerian," ucap Irma.

Dia mengatakan, laporannya itu sudah diterima oleh pihak Kementerian Luar Negeri (Kemlu). Irma diminta menunggu oleh pihak Kemlu.

Lebih jauh, Irma memohon agar suaminya itu bisa segera dipulangkan karena ada tindakan penyiksaan di sana.

"Karena memang benar adanya penyiksaan, ancaman, yang dilakukan kepada korban yang baru pulang tadi," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com