Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LBH Jakarta: Pemblokiran Paypal hingga Steam Bentuk Otoritarianisme Digital

Kompas.com - 31/07/2022, 17:12 WIB
Vitorio Mantalean,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menganggap langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memblokir sejumlah situs dan aplikasi pada 30 Juli 2022 sebagai otoritarianisme digital.

Sebagai informasi, beberapa situs dan aplikasi dengan traffic tinggi yakni PayPal, Yahoo, Epic Games, Steam, Dota, Counter Strike, Xandr.com, dan Origin (EA) diblokir dengan alasan situs dan aplikasi tersebut tidak terdaftar resmi Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020.

Baca juga: Giring Protes Kominfo Blokir PayPal hingga Steam, Ungkap Kemarahan Atlet eSports

Kebijakan ini dikritik ramai oleh publik. Beberapa pekerja kreatif bahkan terdampak langsung akibat kebijakan ini.

Akibat pemblokiran Paypal, misalnya, para pekerja kreatif tak dapat mengakses pembayaran atas kerja mereka.

"Pembatasan (0emblokiran) situs internet dan aplikasi tersebut telah melahirkan apa yang disebut sebagai otoritarianisme yang memanfaatkan kuasa digital dalam rangka mengendalikan teknologi sebagai alat melindungi kepentingan (digital authoritarianism)," kata pengacara LBH Jakarta, Teo Reffelsen, dalam keterangan resmi, Minggu (31/7/2022).

"Memblokir atau mematikan  situs internet dan aplikasi yang tidak memenuhi syarat pembatasan adalah tindakan yang tidak pernah dapat dibenarkan," lanjut dia.

LBH Jakarta menilai, kebijakan ini berdampak serius atas hak asasi manusia, yakni hak berkomunikasi dan mendapatkan informasi, kebebasan berekspresi, serta privasi.

Baca juga: Kebijakan Blokir dari Kominfo Rugikan Publik, LBH Jakarta Himpun Aduan dan Upayakan Langkah Hukum

Kebijakan ini juga dapat melanggar hak-hak lainnya seperti mata pencaharian salam kaitannya dengan hak atas penghidupan yang layak, hak untuk bahagia, hak mengembangkan diri, dan hak lainnya.

"Pemblokiran (Pembatasan HAM) tersebut dilakukan secara sewenang-wenang karena tidak melalui putusan pengadilan sehingga menghilangkan prinsip transparansi, keadilan dan perlakuan setara (equal treatment)," kata Teo.

Setidaknya, imbuh dia, pembatasan semacam ini perlu dilakukan dengan pembuktian bahwa pembatasan tersebut diperlukan secara proporsional dan dibuktikan melalui forum yang transparan alih-alih sepihak.

"Oleh karenanya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat tidak memiliki legitimasi yang sesuai dengan Standar dan Mekanisme Pembatasan HAM untuk melakukan Pemblokiran situs internet dan aplikasi," ujar Teo.

Baca juga: LBH Jakarta Buka Posko Pengaduan Pemblokiran oleh Kominfo

Beleid tersebut juga bermasalah secara substansial karena dapat melakukan intervensi langsung kepada platform untuk menghapus konten dengan dalih meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum, tanpa definisi yang baku.

Subjektivitas sepihak ini dapat berdampak pada pelanggaran kebebasan berpendapat dan berekspresi, serta hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.

Terlebih, menurut laporan Google pada 2001, Indonesia merupakan negara terbanyak dalam hal permintaan penghapusan konten.

"Lebih buruk, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat ini juga bermasalah karena terdapat pengaturan yang dapat melanggar privasi dengan alasan pengawasan dan penegakan hukum," kata Teo.

"Oleh karena itu, ketentuan tersebut berpotensi menjadi instrumen kontrol negara yang eksesif di ruang digital dengan kaburnya ukuran-ukuran alasan penghapusan konten tersebut," tambah dia.

Baca juga: Kominfo Blokir 10 Situs, YLBHI: Mau Sampai Kapan Bikin Kebijakan Tanpa Landasan HAM?

Khusus Paypal, Kominfo telah mencabut blokir sementara hingga 5 Agustus supaya para pengguna dapat memindahkan uangnya. Pemblokiran Paypal dinilai janggal karena sebelumnya sudah terdaftar dalam PSE.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com