Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Dinilai Belum Efektif Jalankan UU Perlindugan Pekerja Migran

Kompas.com - 29/07/2022, 19:19 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukamta menilai pemerintah belum efektif menjalankan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Padahal, lanjut dia, undang-undang tersebut telah disahkan sejak 5 tahun lalu.

“Undang-undang ini (seharusnya) memberikan peran lebih besar kepada pemerintah pusat dan daerah untuk mengurus dan melindungi TKI sejak perekrutan,” tutur Sukamta dalam keterangannya, Jumat (29/7/2022).

Baca juga: 54 Pekerja Migran Indonesia Diduga Disekap di Kamboja, Anggota DPR: Ini Melanggar HAM

“Namun 5 tahun setelah di undangkan, masih terjadi kasus yang memprihatinkan,” sambung dia.

Adapun 54 PMI diduga disekap di Kamboja karena tertipu lowongan pekerjaan di perusahaan investasi palsu.

Saat ini Kementerian Luar Negeri (Kemlu) tengah berupaya untuk membebaskan para pekerja tersebut.

Baca juga: Kisah Pekerja Migran Ilegal, Nekat Kembali demi Cinta, tetapi Terhalang Black List Malaysia

Sukamta memandang, perlindungan pekerja migran semestinya tidak hanya diberikan pemerintah ketika persoalan sudah terjadi.

“Seharusnya pola kerja pemerintah berubah dari pemadam kebakaran, penyelesai masalah di luar negeri menjadi fokus pada penyiapan, penyaringan ketat PMI dan perusahaan penyalur PMI,” sebut dia.

Sukamta menegaskan, perlindungan pada pekerja migran harus menjadi prioritas pemerintah. Sebab, mereka berperan signifikan dalam memberikan pemasukan bagi negara.

Baca juga: Moratorium Bukan Solusi Penyelesaian Pekerja Migran Indonesia

“Pemerintah harus lebih serius menangani 8 juta PMI yang setiap tahunnya mengirimkan remitansi lebih dari Rp 160 triliun. Jumlah ini menjadi penerimaan devisa terbesar kedua setelah penerimaan devisa dari sektor migas,” imbuh dia.

Adapun Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu Judha Nugraha menyampaikan, KBRI Phnom Penh telah menghubungi pihak kepolisian Kamboja untuk membantu upaya pembebasan.

Para WNI tersebut diduga menjadi korban penipuan perusahaan investasi palsu di Sihanoukville, Kamboja.

Baca juga: Gagalkan Keberangkatan 18 Calon Pekerja Migran Ilegal, Polisi Amankan Motoris dan Seorang Tekong

Judha menurutkan, kasus serupa kian marak karena tawaran pekerjaan yang menggiurkan melalui media sosial.

Tahun 2021, KBRI Phnom Penh sudah membebaskan 119 WNI yang menjadi korban perusahaan investasi palsu.

Sementara itu tahun ini, 291 WNI telah menjadi korbab dan 133 di antaranya berhasil dipulangkan.

Baca juga: KSP Ungkap Penyebab Puluhan Ribu Calon Pekerja Migran Belum Bisa Diberangkatkan

Judha mengungkapkan, para perekrut perusahaan investasi bodong juga ada di Indonesia.

Ia mengklaim sudah berkoordinasi dengan pihak kepolisian guna menyelidiki dan menindak perekrut tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com