Untuk studi baru, konsorsium sejumlah peneliti mengumpulkan data pada 528 kasus cacar monyet yang didiagnosis sejak 27 April-24 Juni di 43 lokasi di 16 negara.
Kasus-kasus ini termasuk 84 orang (16 persen) di Amerika dan 444 (84 persen) di Eropa, Israel dan Australia.
Baca juga: 7 Gejala Cacar Monyet, Demam hingga Nyeri Otot
Semua kasus terjadi di antara laki-laki, termasuk satu laki-laki transgender. Di mana 98 persen di antaranya diidentifikasi sebagai gay atau biseksual.
Sementara itu, laporan terbaru dari British Health Security Agency, menemukan bahwa dari 699 kasus cacar monyet yang informasinya tersedia, 97 persen di antaranya menimpa gay.
Dikutip dari AFP, para ahli menekankan, tidak ada bukti cacar monyet ditularkan secara seksual, tetapi ada dugaan beberapa penguatan terjadi kasus ketika anggota komunitas LGBTQ berkumpul dalam jarak dekat.
“Ini bukan penyakit gay,” ujar Andy Seale dari program infeksi menular seksual WHO kepada forum publik, seraya menekankan bahwa virus itu dapat menyebar di antara kelompok orang mana pun di ruang ramai dengan kontak kulit-ke-kulit yang dekat.
Baca juga: WHO: Cacar Monyet Belum Akan Jadi Pandemi, Bukan Virus Gay
Sylvie Briand kepala kesiapsiagaan dan pencegahan epidemi serta pandemi WHO mengakui bahwa penularan cacar monyet melalui pernapasan juga kemungkinan terjadi.
Namun, dia mengatakan masih belum jelas apakah penularan itu kebanyakan melalui tetesan atau bisa lewat udara.
"Masih banyak yang belum diketahui," katanya kepada pengarahan epidemiologi pada Senin (30/5/2022).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.