Wahid Hasyim pun mengajarkan santri Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang untuk mempelajari bahasa Inggris dan Belanda.
Baca juga: Murka Gus Dur Kala Para Menteri Tolak Dekrit: Kalian Semua Banci!
Bersama Kyai Wahab Chasbullah, Wahid Hasyim berkunjung ke berbagai pesantren di Jawa untuk membangun komunikasi dan mendirikan cabang NU.
Ia juga aktif dengan berbagai ulama dari luar jawa dan dikenal punya hubungan baik dengan tokoh sosialis sekaligus salah satu Bapak Bangsa, Ibrahim Datuk Tan Malaka.
Pola pikir terbuka Wahid Hasyim itu yang kemudian diajarkan kepada Gus Dur dan adik-adiknya.
Melalui perjuangan kakek dan ayahnya, Gus Dur memahami secara mendalam perjuangan hidup untuk bangsa dan kemanusiaan.
Salah satu pandangan Gus Dur tentang kemanusiaan berasal dari prinsip universalisme Islam.
Gus Dur berpandangan universalisme Islam tercermin dalam ajaran tentang kemanusiaan diimbangi dengan kearifan yang muncul dari keterbukaan peradaban Islam.
Baca juga: Mimpi Kiai Jelang Pelengseran Gus Dur dan Doa untuk Megawati...
Dalam buku yang ditulisnya berjudul “Islam Kosmopolitan” Gus Dur mengungkapkan akar pemikiran universalisme Islam adalah kaidah ushul fiqh yang mencerminkan lima jaminan dasar Islam pada perseorangan maupun kelompok.
“Kelima jaminan dasar itu tersebut tersebar dalam literatur hukum agama al-kutub al-fiqhiyyah kuno, yaitu jaminan dasar akan, satu, keselamatan fisik warga masyarakat dari tindakan badani di luar ketentuan hukum (hifdzu ad-din),” paparnya.
“Dua, keselamatan keyakinan agama masing-masing tanpa ada paksaan untuk berpindah agama (hifdzu ad-din), tiga, keselamatan keluarga dan keturunan (hifdzu an-nasl), empat, keselamatan harta milik pribadi dari gangguan dan penggusuran di luar prosedur hukum (hifdzu al-mal), lima, keselamatan hak milik dan profesi (hifdzu al-aqli,” ungkap Gus Dur dalam tulisannya.
Dikutip dari Harian Kompas terbitan 23 Mei 2008, bagi Gus Dur perjuangan membela minoritas adalah upaya menjalankan amanat Konstitusi.
Baca juga: Alasan Gus Dur Dijuluki ‘Bapak Tionghoa Indonesia’
“Mereka (kelompok minoritas) hanya ingin diperlakukan sebagai manusia. UUD 1945 telah menjamin perlindungan bagi semua warga negara tanpa pandang agama, etnis, ataupun budayanya. Ini yang saya lakukan,” tutur dia.
Perjuangan itu pun dianggapnya sebagai cara penganut agama bersikap. Dengan tegas Gus Dur menyampaikan, penganut agama yang baik pun harus menghargai kemanusiaan.
“Jika kemanusiaan diabaikan, itu adalah pangkal hilangnya nilai-nilai keagamaan yang benar,” ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.