Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andreas Doweng Bolo
Dosen

Ketua Pusat Studi Pancasila Universitas Katolik Parahyangan

Menulis Ekonomi Indonesia di Tengah Krisis

Kompas.com - 23/07/2022, 07:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ADA hantu yang menakutkan dunia. Hantu itu adalah kebangkrutan ekonomi. Sri Langka telah memulai nestapa itu, menyusul lima belas negara lain dengan segala kemungkinan.

Laos, Pakistan, Maladewa, Bangladesh berada dalam daftar negara yang berada diambang krisis menurut Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional Kristalina Georgieva.

Tentu ada banyak kajian ekonomi di tengah ancaman ini yang merupakan arena para pakar ekonomi dan keuangan.

Sorotan ini melihat krisis ekonomi sebagai babak-babak yang terus menerus akan dialami manusia secara lebih cepat dari waktu ke waktu.

Kecepatan ini tidak lain juga karena dunia yang kian datar, the world is Flat, sebagaimana pernyataan Thomas L. Friedman.

Memeriksa Indonesia

Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, boleh jadi ada dua krisis (ekonomi) besar yang melanda negeri ini, yaitu krisis (ekonomi) tahun 1960-an yang berujung tumbangnya Presiden Sukarno. Dan Krisis moneter juga mengakhiri kekuasaan Presiden Suharto tahun 1998.

Pada dua krisis itu persoalan internal dan eksternal memicu tumbangnya kekuasaan. Kemelut politik tahun 1960-an antara berbagai faksi dalam tubuh politik Indonesia berpuncak pada tragedi nasional 30 September atau 1 Oktober 1965.

Sekurang-kurangnya ada lima versi pelaku di balik perisitiwa ini sebagaimana dikatakan Salim Said dalam Buku Dari Gestapu ke Reformasi (2013).

Berikut kelima pelaku menurut Pengamat Militer ini: Orde Baru mengatakan PKI; PKI dan para para ahli Indonesia di Cornell University mengatakan akibat pertentangan internal Angkatan Darat; Peter Dale Scott mengatakan CIA; Wertheim menyebut Suharto; dan Presiden Sukarno mengatakan PKI, Tentara, dan Nekolim.

Peristiwa ini menimbulkan gelombang protes besar terhadap pemerintahan Sukarno yang oleh Salim Said disebut tiga hijau.

Hijau pertama adalah para mahasiswa yang masih hijau; hijau kedua adalah Islam yang berbendera hijau; dan hijau ketiga adalah tentara yang berseragam hijau (Salim Said, Soeharto dan Militer, dalam buku, Muhamad Hisyam (peny.), Krisis Masa Kini dan Orde Baru, 2003)

Protes ini tak lepas dari kemerosotan ekonomi yang parah, inflasi melambung pada era akhir era Sukarno dan berulang kembali saat akhir era Suharto dengan krisis moneter yang parah.

Sukarno tampaknya dibiarkan terhuyung, terkapar dan akhirnya jatuh tanpa sedikitpun bantuan dari dunia Barat.

Namun, bukan berarti Barat tak peduli dengan Indonesia. Bantuan itu secara diam-diam dipercayakan kepada Suharto yang lebih mendapat tempat di dunia Barat.

Hal ini bisa dilihat dari langkah-langkah yang dilakukan Suharto di mana pada Juli 1966 mengundang IMF untuk membantu perekonomian Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com