JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) buka suara terkait munculnya laporan Amerika Serikat tahun 2021 tentang perdagangan orang di Indonesia yang masih dalam tingkat dua.
Juru Bicara Kemenlu Teuku Faizasyah yakin, laporan tersebut bersifat unilateral sehingga tidak ada parameter yang jelas untuk mengukur tingkat perdagangan orang di Indonesia.
Penyusunan laporan pun kemungkinan tidak transparan.
"Laporan sejenis ini adalah laporan suatu negara yang bersifat unilateral, tanpa parameter yang jelas, dan proses penyusunannya pun tidak transparan," ucap Faizasyah dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (21/7/2022).
Baca juga: Pengusaha Kuliner Malaysia Mengaku Sulit Cari Tenaga Kerja Seperti TKI
Karena tidak jelasnya parameter, kata Faizasyah, Indonesia tidak dalam posisi untuk bisa memberi komentar.
Menurut dia, laporan semacam ini akan lebih berbahaya jika didasari oleh semangat rivalitas antarnegara atau antar kekuatan besar.
Apalagi, seharusnya, kata Faizasyah, saat ini dunia perlu bergandengan tangan mengingat banyaknya tantangan global di tengah ancaman krisis energi dan pangan.
"Sudah selayaknya negara -negara mengedepankan kerja sama memperkuat solidaritas dan kapasitas, demi dunia yang damai, stabil dan kemakmuran," ucap Faizasyah.
Dia menegaskan, komitmen Indonesia untuk memerangi trafficking sangatlah nyata.
Komitmen ini, kata dia, terlihat ketika Indonesia bersama Australia menginisiasi Bali Process sejak tahun 2002.
Pada tahun 2022, Bali Process memiliki rencana untuk bertemu kedua kalinya membahas isu-isu perdagangan orang (trafficking).
Baca juga: 11 Orang Menjadi Korban Perdagangan Orang, Kebanyakan Melamar Kerja Lewat Medsos
Adapun Bali Process merupakan satu-satunya regional konsultasi process yang membahas isu perdagangan orang, penyelundupan manusia, dan kejahatan terkait lainnya di kawasan.
"Jadi saya tegaskan sekali lagi, Indonesia sangat berkomitmen untuk isu-isu yang terkait perdagangan manusia, atau isu-isu terkait lintas batas negara terkait manusia," ujar Faizasyah.
Dikutip dari laman Kedutaan Besar dan Konsulat AS di Indonesia, laporan menyebutkan, Pemerintahan Indonesia belum sepenuhnya memenuhi standar minimum pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), meski sedang berupaya signifikan untuk memenuhinya.
Secara keseluruhan, pemerintah menunjukkan peningkatan upaya dibandingkan dengan periode pelaporan sebelumnya, mengingat adanya dampak dari pandemi Covid-19 terhadap kapasitas penanganan TPPO. Oleh karena itu, Indonesia tetap berada di tingkat dua.