JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) memulangkan 43 pekerja migran Indonesia (PMI) yang diduga merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Arab Saudi.
Hal itu ungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam konferensi persnya, Kamis (3/12/2020).
"KBRI Damaskus berhasil memulangkan 40 PMI pada tanggal 27 November 2020," kata Retno.
Baca juga: Menaker Ida Paparkan Peran Satgas PPMI dalam Melindungi Pekerja Migran
Sementara tiga PMI dipulangkan oleh KBRI Abu Dhabi pada tanggal 30 November 2020.
Retno mengatakan, dengan masih maraknya pengiriman PMI ke Timur Tengah pada saat moratorium menjadi bukti bahwa PMI termasuk dalam kelompok rentan menjadi korban TPPO.
Oleh karena itu, lanjutnya, Kemenlu berkoordinasi dengan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan Bareskrim Polri untuk mengusut tuntas pihak yang bertanggungjawab memberangkatkan para PMI yang baru dipulangkan dari Timur Tengah.
"Untuk itu, pasca repatriasi, Kemlu telah berkoordinasi dengan BP2MI dan Bareskrim Polri," ujar dia.
Sebelumnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkapkan modus para pelaku TPPO. Menurut Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi, para pelaku TPPO biasanya memalsukan dokumen agar dapat mempekerjakan PMI non-prosedural.
"Pemalsuan dokumen merupakan salah satu cara pelaku TPPO mempermudah para korban dipekerjakan," ujar Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi dalam keterangan tertulis, Senin (3/8/2020).
Edwin menjelaskan pemalsuan dokumen tersebut meliputi KTP, paspor, dan buku pelayar umum dialami para korban perdagangan orang.
Terlebih, pada Juni 2020, Polda Metro Jaya juga mengungkap adanya pemalsuan sertifikat pelaut.
Baca juga: Mulai 4 Desember, Taiwan Larang Masuk Pekerja Migran dari Indonesia
Hal itu juga semakin membuktikan bahwa pelaku TPPO menyasar pada pemalsuan dokumen para korbannya.
Ditambah, dari sekian banyak PMI yang mengalami kasus di luar negeri, hanya 25 persen yang diberangkatkan lewat agen resmi.
"Artinya, sebagian besar PMI yang bermasalah telah dimulai dari proses pengirimannya yang non-prosedural," kata Edwin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.