JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gajah Mada (UGM) Edward Omar Sharif Hiariej mengungkapkan salah satu hal yang menjadi faktor belum tuntasnya pengusutan peristiwa kerusuhan 27 Juli 1996 atau Kudatuli.
Menurut dia, faktor yang menjadi penghalang pengusutan kasus Kudatuli adalah belum dimasukkan sebagai kasus pelanggaran HAM berat.
"Komnas HAM sampai detik ini belum pernah merekomendasikan awal kasus 27 Juli itu pelanggaran berat HAM," kata Edward dalam diskusi peringatan 26 tahun peristiwa Kudatuli di Kantor DPP PDI-P Jalan Diponegoro, Jakarta, Kamis (21/7/2022).
Baca juga: Sekjen PDI-P Minta Pemerintah dan Komnas HAM Ungkap Aktor Intelektual Peristiwa Kudatuli
Pria yang akrab disapa Eddy itu menerangkan, berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, penyelidikan kasus pelanggaran HAM ditangani oleh Komnas HAM.
"Jadi, ini otoritas sepenuhnya hanya milik Komnas HAM," tegas Wakil Menteri Hukum dan HAM ini.
"Jadi, Komnas HAM setelah merekomendasikan atau menyatakan ini ada dugaan pelanggaran berat HAM. Kemudian menyerahkan kepada Jaksa Agung dan ditindaklanjuti dengan penyidikan, maka untuk pembentukan penyelidikan hakim ad hoc ini harus melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat," ujarnya.
Baca juga: Sekjen PDI-P Minta Pemerintah dan Komnas HAM Ungkap Aktor Intelektual Peristiwa Kudatuli
Peristiwa Kerusuhan 27 Juli 1996, atau yang dikenal dengan Kudatuli, masih menyisakan misteri.
Hingga kini belum terungkap dalang dari peristiwa tersebut. Peristiwa Kudatuli bahkan disebut sebagai salah satu peristiwa terkelam dalam sejarah demokrasi, terutama terkait dualisme partai politik di Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.