Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puncak Kasus BA.4 dan BA.5 Lebih Lambat, Epidemiolog: Karena yang Punya Imunitas Jauh Lebih Banyak

Kompas.com - 19/07/2022, 11:58 WIB
Fika Nurul Ulya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli epidemiologi Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, lambatnya puncak kasus subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 terjadi karena beberapa alasan, salah satunya tingkat vaksinasi.

Dia beranggapan, tingkat vaksinasi di Indonesia sudah lebih baik dibanding saat varian Delta.

Saat ini, masyarakat yang mendapat vaksinasi utamanya dosis pertama dan kedua jauh lebih banyak dibanding yang belum menerima vaksinasi.

Baca juga: Menkes Sebut Gelombang BA.4-BA.5 di Indonesia Tak Cepat Capai Puncak

Hal ini membuat virus Covid-19 yang bermutasi, termasuk BA.4 dan BA.5 membutuhkan waktu lebih lama untuk mencari orang yang belum mendapat vaksinasi Covid-19.

"Karena jumlah penduduk atau masyarakat yang memiliki imunitas jauh lebih banyak saat ini sehingga kecepatan dia dalam menularkan atau menuju kelompok yang paling rawan, yaitu lansia di atas 65 tahun, anak di bawah 5 tahun, komorbid, dan sebagainya, Itu perlu waktu," ucap Dicky saat dihubungi Kompas.com, Selasa (19/7/2022).

Adapun hingga Senin (18/7/2022) pukul 18.00 WIB, jumlah masyarakat yang sudah divaksinasi dosis pertama sebanyak 201.975.150 atau 96,98 persen dari total target sasaran vaksinasi.

Sementara itu, jumlah masyarakat yang sudah disuntik vaksin Covid-19 dosis kedua sebanyak 169.585.500 atau 81,43 persen.

Kemudian, masyarakat yang sudah disuntik vaksin dosis ketiga atau penguat (booster) yaitu 53.136.007 atau 25,51 persen.

Baca juga: Seputar Omicron BA.2.75, Centaurus yang Mulanya Mewabah di India

Akselerasi vaksinasi yang meningkat ini, kata Dicky, juga mempengaruhi sulitnya memprediksi puncak kasus.

"Saya sampaikan dalam memprediksi puncak banyak faktor yang harus dipahami, dicermati, dan diperhitungkan, antara lain kompleksitas dan situasi saat ini membuat perhitungan masa puncak itu menjadi tidak semudah sebelumnya," kata dia.

Selain tingkat vaksinasi, kata Dicky, lambatnya puncak kasus terjadi lantaran rendahnya tingkat pelacakan dan pemeriksaan (tracing dan testing) yang dilakukan pemerintah. Tidak masifnya tingkat pelacakan dan pemeriksaan membuat kasus positif seolah tumbuh perlahan-lahan.

Apalagi, menurut Dicky, masyarakat di Indonesia lebih memilih mengakses pengobatan (treatment) di fasilitas kesehatan (faskes) terdekat ketika sudah sakit parah atau memiliki gejala infeksi parah. Akibatnya, data kasus Covid-19 tidak bisa didapat secara real-time.

"Sebanyak 70 persen masyarakat kalau sakit di rumah saja sehingga orang-orang sakit ini banyak yang (berkeliaran) di (sekitar) masyarakat. Makanya kalau (pemerintah)tidak menguatkan intervensi kunjungan, maka tidak akan bisa deteksi kasus itu," ujar Dicky.

Baca juga: Mahfud MD Positif Covid-19 Sepulang Ibadah Haji

Lebih lanjut Dicky menuturkan, kasus Covid-19 memang tidak bisa hanya mengacu pada data keras.

Pembuat kebijakan harus turun langsung ke lapangan mengecek kondisi kesehatan warganya dengan meningkatkan pelacakan dan pemeriksaan.

"Jadi bicara (puncak kasus) yang lambat ini artinya kita harus melihat (secara) hati-hati. Maka supaya bisa melihat dengan benar makanya kita lihat manajemen data kita ini yang harus diperbaiki. Dan itu masih menjadi PR besar kita karena testing tracing kita yang minim," ujar Dicky.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com