Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Berharap Sidang KKEP PK Polri Pecat AKBP Brotoseno

Kompas.com - 14/07/2022, 06:26 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan mendesak sidang Komisi Kode Etik Polri Peninjauan Kembali (KKEP PK) memutuskan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Raden Brotoseno diberhentikan dengan tidak hormat.

"Hal itu bukan tidak mungkin, sebab telah diatur dalam Pasal 89 ayat (1) huruf b PerPol 7/2022 yang berbunyi Putusan Sidang KKEP PK berupa pemberatan sanksi Putusan Sidang KKEP sebelumnya," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (13/7/2022).

Menurut Kurnia, sidang KKEP PK sudah seharusnya memecat dengan tidak hormat Brotoseno.

Sebab menurut dia, Brotoseno merupakan seorang pelaku tindak pidana korupsi yang telah divonis berkekuatan hukum tetap selama 5 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

"Secara sederhana saja, setiap orang memahami bahwa korupsi digolongkan sebagai kejahatan luar biasa. Pelaku kejahatan, terlebih korupsi, tidak lagi pantas bekerja di institusi negara," ujar Kurnia.

Baca juga: Polemik AKBP Brotoseno, Eks Napi Korupsi yang Tak Dipecat, Polri sampai Revisi Aturan Kode Etik

Kurnia melanjutkan, alasan lain mengapa Brotoseno patut dipecat dari Polri karena dia melakukan tindak pidana korupsi dengan memanfaatkan jabatannya sebagai anggota Kepolisian.

"Dari sini saja tindakan Polri mempertahankan Brotoseno sudah janggal. Sebab, dengan tindakan Brotoseno tersebut citra Polri semakin runtuh di tengah masyarakat," ucap Kurnia.

Selain itu, kata Kurnia, Kapolri Jenderal Listyo Sigit beberapa kali menyampaikan akan berkomitmen mendukung upaya pemberantasan korupsi.

Maka menurut Kurnia, jika Polri masih mempertahankan Brotoseno, maka Kapolri juga melanggar janjinya untuk mendukung up pemberantasan korupsi.

Kurnia melanjutkan, jika mengacu kepada Pasal 21 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Polri disebutkan, untuk dapat diangkat menjadi anggota Polri harus memenuhi sejumlah syarat, salah satunya tidak pernah dipidana karena melakukan suatu kejahatan.

Baca juga: Polri Janji Transparan Sampaikan Hasil Sidang KKEP Peninjauan Kembali Brotoseno

"Maka dari itu, dengan mempertahankan Brotoseno sebagai anggota Polri yang mana dirinya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kejahatan, institusi Kepolisian telah menegasikan aturan tersebut," ucap Kurnia.

Secara terpisah, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan hasil sidang KKEP PK tinggal menuntaskan proses administrasi dan akan dipaparkan pada hari ini, Kamis (14/7/2022).

"Jadi sidang kode etik penjauan kembali Brotoseno sudah selesai. Dan sekarang dalam tahap proses administrasi," ujar Ramadhan saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (13/7/2022).

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo sebelumnya menyebutkan KKEP PK terhadap kasus Brotoseno dipimpin Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri) Komjen Gatot Eddy Pramono.

KKEP PK itu beranggotakan Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Mabes Polri Komjen Pol Agung Budi Maryoto, Kepala Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo, Kepala Divisi Hukum (Kadivkum) Polri Irjen Remigius Sigid Tri Hardjanto, dan Asisten Sumber Daya Manusia (SDM) Kapolri Irjen Wahyu Widada.

AKBP Brotoseno terbukti menerima suap, tetapi kembali ditugaskan di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri sebagai staf.

Ia terbukti menerima hadiah atau janji sebesar Rp 1,9 miliar dalam proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi cetak sawah di daerah Ketapang, Kalimantan Barat.

Baca juga: Sidang KKEP Peninjauan Kembali AKBP Brotoseno Akan Dipimpin Wakapolri

Saat perkara itu terjadi, Brotoseno menjabat sebagai Kepala Unit III Subdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri.

Brotoseno kemudian diadili dan didakwa bersama-sama penyidik Dittipikor Bareskrim Polri Dedy Setiawan Yunus, serta 2 pihak swasta yaitu advokat Jawa Pos Group Harris Arthur Hedar dan Lexi Mailowa Budiman.

Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Baslin Sinaga, yang menangani perkara itu membacakan amar putusan terhadap Brotoseno pada 14 Juni 2017.

Brotoseno yang juga mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijatuhi vonis 5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Baca juga: Langkah Polri Bentuk Komisi PK Putusan Etik AKBP Brotoseno Diapresiasi

Dia juga diwajibkan membayar denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Menurut hakim, Brotoseno terbukti menerima uang dari Harris selaku advokat Jawa Pos Group untuk mengurus penundaan panggilan pemeriksaan terhadap Dahlan Iskan yang sedianya diperiksa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi cetak sawah di daerah Ketapang.

Majelis hakim menilai Brotoseno terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Meski divonis 5 tahun penjara, Brotoseno mendapatkan bebas bersyarat dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Brotoseno dibebaskan pada 15 Februari 2020.

(Penulis : Adhyasta Dirgantara | Editor : Krisiandi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com