Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang KKEP Peninjauan Kembali AKBP Brotoseno Akan Dipimpin Wakapolri

Kompas.com - 29/06/2022, 15:08 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) telah resmi membentuk Komisi Kode Etik Polri Peninjauan Kembali (KKEP PK) AKBP Raden Brotoseno.

Sidang KKEP PK terhadap Brotoseno akan dipimpin langsung oleh Wakil Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri) Komjen Gatot Eddy Pramono.

"Bapak Kapolri menunjuk sebagai pimpinan sidang KKEP PK terhadap saudara AKBP BS adalah Bapak Wakapolri," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (29/6/2022).

Adapun Brotoseno merupakan anggota polisi yang pernah terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Namun, dalam sidang etik yang telah dijalaninya tahun 2020 hanya dikenakan sanksi permintaan maaf dan demosi.

Baca juga: Polri Resmi Bentuk KKEP Peninjauan Kembali, Brotoseno Segera Disidang

Sejumlah pihak pun menyatakan keberatan dan protes atas hasil putusan sidang etik tahun 2020, sehingga Polri pun memutuskan untuk mengadakan KKEP PK atas Brotoseno.

"Sudah disahkan untuk sidang KKEP Komisi PK atas peninjaun kembali KKEP AKBP BS," ucap Dedi.

Dedi menjelaskan, KKEP PK tersebut berdasarkan saran dan rekomendasi tim peneliti.

Setelah mendapat rekomendasi, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo akhirnya memutuskan untuk membentuk KKEP PK dengan Nomor KEP/813/VI/2022 tertanggal 29 Juni 2022.

"Telah dibentuk dan segera mungkin tim ini akan bekerja. Bapak Kapolri juga sudah menyampaikan ke Pak Waka Polri segera mungkin sidang ini digelar," ujar dia.

Baca juga: Tim Peneliti Rekomendasikan Kapolri Bentuk Komisi Banding Putusan Sidang Etik AKBP Brotoseno

Sidang KKEP PK itu, kata Dedi, akan beranggotakan Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Mabes Polri Komjen Pol Agung Budi Maryoto, Kepala Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo, Kepala Divisi Hukum (Kadivkum) Polri Irjen Remigius Sigid Tri Hardjanto, serta Asisten Sumber Daya Manusia (SDM) Kapolri Irjen Wahyu Widada.

"Tim ini sesuai perintah Bapak Kapolri bekerja secepatnya guna memberikan keputusan dan memiliki kekuatan hukum tetap. Alokasi waktunya Pak Kadiv Propam menyebutkan 14 hari," kata dia.

Diberitakan sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga Brotoseno kembali menjadi polisi aktif dan bertugas di Mabes Polri.

Merespons itu Polri sebelumnya menegaskan Brotoseno memang tidak pernah dipecat.

Berdasarkan Sidang KKEP tanggal 13 Oktober 2020, Brotoseno diberikan sanksi demosi atau pemindahtugasan jabatan. Padahal Brotoseno telah terbukti melakukan korupsi.

Baca juga: Kapolri Beri Waktu 14 Hari Tim Peneliti Sidang KKEP AKBP Brotoseno untuk Bekerja

Ia terjaring dalam operasi tangkap tangan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri pada 17 November 2016 saat menjabat Kepala Unit III Subdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri.

Pada 14 Juni 2017, Brotoseno dijatuhi vonis 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Brotoseno terbukti menerima suap Rp 1,9 miliar dan menerima 5 tiket pesawat Batik Air kelas bisnis seharga Rp 10 juta dalam kasus penyidikan dugaan tindak pidana korupsi cetak sawah di daerah Ketapang, Kalimantan Barat.

Setelah menjalani hukuman selama kurang lebih 3 tahun Brotoseno mendapatkan bebas bersyarat dan dibebaskan pada 15 Februari 2020.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com