Proses pembahasan dan rencana pengesahan RKUHP mendapat perlawanan dan penolakan. Ribuan orang dari beragam kalangan turun ke jalan guna menentang rencana pengesahan.
Hal ini terjadi karena draft revisi KUHP ini dinilai mengancam kebebasan berekspresi. Selain itu juga banyak pasal-pasal yang dinilai tidak sesuai dengan iklim demokrasi di negeri ini.
Pada September 2019, Presiden Jokowi akhirnya meminta agar DPR menunda pengesahan RKUHP. Jokowi juga memerintahkan agar pasal-pasal yang bermasalah ditinjau kembali.
DPR secara resmi kembali melanjutkan pembahasan RKUHP pada April 2020. Pembahasan terus bergulir hingga saat ini.
Namun, secara umum tidak ada perubahan substansi di dalam draf RKUHP yang sudah disetujui pada tahun 2019.
Dan, gelombang penolakan kembali terjadi. Karena, secara substansi masih banyak pasal-pasal yang dinilai bisa mengebiri demokrasi dan mengancam kebebasan berekspresi.
Salah satunya pasal yang mengatur soal pasal penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden. Juga pasal penghinaan terhadap pemerintah dan kekuasaan umum atau lembaga negara.
Pasal-pasal ini dinilai rentan digunakan untuk menyerang pihak-pihak yang berseberangan dengan kekuasaaan.
Pasal-pasal ini juga dianggap dapat membuat kebebasan berpendapat menjadi mampat. Selain pasal-pasal tersebut, masih ada belasan pasal yang dinilai perlu dikoreksi dan diperbaiki agar sesuai dengan iklim demokrasi dan memberi ruang pada kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Tertutup
Selain masih adanya sejumlah pasal bermasalah yang tak diubah, proses pembahasan RKUHP juga terkesan diam-diam.
Publik diabaikan dan tak dilibatkan. Tak hanya itu, masyarakat juga sulit untuk bisa mengakses dan mendapatkan draf revisi regulasi yang bakal segera disahkan ini.
Pemerintah memang sudah melakukan sosialiasi terkait draft RKUHP ini. Sayangnya draft itu hanya bisa diakses oleh peserta sosialiasi.
Padahal, draf ini seharusnya dapat diakses melalui Kemenkumham maupun Badan Pembinaan Hukum Nasional. Baik berupa offline maupun online lewat website yang bisa diakses masyarakat.
Berbagai kondisi ini memunculkan berbagai spekulasi. Juga curiga dan syak wasangka. Karena, sebelumnya sejumlah UU yang dinilai bermasalah juga menggunakan pola seperti ini. Sebut saja UU Minerba, UU KPK, UU IKN dan UU Cipta Kerja.