Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mustakim
Jurnalis

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

RKUHP, Alat Jerat Rakyat?

Kompas.com - 13/07/2022, 11:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Proses pembahasan dan rencana pengesahan RKUHP mendapat perlawanan dan penolakan. Ribuan orang dari beragam kalangan turun ke jalan guna menentang rencana pengesahan.

Hal ini terjadi karena draft revisi KUHP ini dinilai mengancam kebebasan berekspresi. Selain itu juga banyak pasal-pasal yang dinilai tidak sesuai dengan iklim demokrasi di negeri ini.

Pada September 2019, Presiden Jokowi akhirnya meminta agar DPR menunda pengesahan RKUHP. Jokowi juga memerintahkan agar pasal-pasal yang bermasalah ditinjau kembali.

DPR secara resmi kembali melanjutkan pembahasan RKUHP pada April 2020. Pembahasan terus bergulir hingga saat ini.

Namun, secara umum tidak ada perubahan substansi di dalam draf RKUHP yang sudah disetujui pada tahun 2019.

Dan, gelombang penolakan kembali terjadi. Karena, secara substansi masih banyak pasal-pasal yang dinilai bisa mengebiri demokrasi dan mengancam kebebasan berekspresi.

Salah satunya pasal yang mengatur soal pasal penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden. Juga pasal penghinaan terhadap pemerintah dan kekuasaan umum atau lembaga negara.

Pasal-pasal ini dinilai rentan digunakan untuk menyerang pihak-pihak yang berseberangan dengan kekuasaaan.

Pasal-pasal ini juga dianggap dapat membuat kebebasan berpendapat menjadi mampat. Selain pasal-pasal tersebut, masih ada belasan pasal yang dinilai perlu dikoreksi dan diperbaiki agar sesuai dengan iklim demokrasi dan memberi ruang pada kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Tertutup

Selain masih adanya sejumlah pasal bermasalah yang tak diubah, proses pembahasan RKUHP juga terkesan diam-diam.

Publik diabaikan dan tak dilibatkan. Tak hanya itu, masyarakat juga sulit untuk bisa mengakses dan mendapatkan draf revisi regulasi yang bakal segera disahkan ini.

Pemerintah memang sudah melakukan sosialiasi terkait draft RKUHP ini. Sayangnya draft itu hanya bisa diakses oleh peserta sosialiasi.

Padahal, draf ini seharusnya dapat diakses melalui Kemenkumham maupun Badan Pembinaan Hukum Nasional. Baik berupa offline maupun online lewat website yang bisa diakses masyarakat.

Berbagai kondisi ini memunculkan berbagai spekulasi. Juga curiga dan syak wasangka. Karena, sebelumnya sejumlah UU yang dinilai bermasalah juga menggunakan pola seperti ini. Sebut saja UU Minerba, UU KPK, UU IKN dan UU Cipta Kerja.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com