Stunting yang terjadi pada masa kanak-kanak, akan berdampak pada tumbuh kembangnya dan masa depan anak.
Beberapa ciri-ciri anak mengalami stunting adalah postur tubuh yang pendek dari anak seusianya, wajah terlihat lebih muda, berat badan rendah, pertumbuhan tulang tertunda, dan telat menstruasi.
Meski kasus stunting di Indonesia menurun, tapi prevalensi stunting di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Vietnam, Malaysia, Thailand, dan Singapura.
Daerah-daerah di Indonesia yang mempunyai prevalensi stunting tinggi adalah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Barat.
Selain itu, wilayah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten dan Sumatera Utara juga menjadi sorotan karena kasus stunting yang cukup besar.
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia Agus Suprapto pada 12 Mei 2022 lalu, Indonesia berada pada urutan 115 dari 151 negara dalam hal persentase stunting.
Guna menekan angka stunting, pemerintah mengadakan program Rencana Aksi Nasional Penurunan Angka Stunting Indonesia (RAN PASTI).
Baca juga: KSAD Dudung Dikukuhkan Jadi Duta Bapak Asuh Anak Stunting Indonesia
Penanganan untuk menekan tingkat stunting pun dipimpin oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
Demi menekan persentase stunting, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 44,8 triliun pada 2022.
Anggaran itu terdiri dari belanja yang tersebar di 17 kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp34,1 triliun serta pemerintah daerah (pemda) melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik sebesar Rp 8,9 triliun dan DAK Nonfisik sebesar Rp 1,8 triliun.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, banyak ibu yang belum paham soal gizi untuk anak, sehingga perlu dilakukan sosialisasi.
Selain itu juga pemerintah melakukan pemberian makanan bergizi sehari tiga kali selama 3 bulan bagi keluarga dan balita yang tergolong dalam kondisi rentan.
BKKBN juga mengerahkan 600 ribu personel yang tergabung dalam 200 ribu Tim Pendamping Keluarga (TPK) untuk menekan angka stunting hingga 2024.
Baca juga: HUT Kota Medan ke-432, Bobby Nasution Bilang Stunting dan Banjir Menjadi PR Bersama
Mereka bertugas melakukan penyuluhan, memfasilitasi pelayanan rujukan dan memfasilitasi pemberian bantuan sosial serta melakukan surveilans kepada sasaran keluarga berisiko stunting.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy pada 17 Juni 2022 lalu mengatakan, periode 1.000 hari pertama kehidupan merupakan periode emas.
"Jika persoalan kekerdilan atau stunting tidak ditangani dengan sungguh-sungguh, maka masa bonus demografi akan terlewat dan Indonesia akan sulit untuk mencapai generasi emas 2045," kata Muhadjir.
(Penulis : Dian Erika Nugraheny | Editor : Krisiandi)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.