Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bertambah, PPATK Blokir Transaksi di 300 Rekening yang Dimiliki ACT

Kompas.com - 07/07/2022, 17:26 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan hingga saat ini pihaknya memblokir transaksi di 300 rekening yang dikelola oleh lembaga fliantropis Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Jumlah ini bertambah dari hari sebelumnya. Pasalnya, pada Rabu (6/7/2022) PPATK memblokir 60 rekening atas nama Yayasan ACT.

“Saat ini PPATK telah melakukan penghentian sementara transaksi di 141 CIF pada lebih dari 300 rekening yang dimiliki oleh ACT, yang tersebar di 41 penyedia jasa keuangan (PJK),” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam keterangan tertulisnya, Kamis (7/7/2022).

Berdasarkan penelusuran PPATK dari 2014 sampai Juli 2022, ACT mendapatkan sumbangan dana dari luar negeri sebesar Rp 64.946.453.924.

Baca juga: Mungkinkah ACT Bisa Kembali Mendapatkan Izin PUB dari Kemensos?

Sedangkan tercatat ada dana keluar dari Indonesia sebesar Rp 52.947.467.313.

Menurutnya, penghimpunan dan penyaluran bantuan harus dikelola dan dilakukan secara akuntabel, serta dengan memitigasi segala risiko baik dalam penghimpunan maupun penyaluran dana kemanusiaan.

PPATK, menurutnya, juga mengharapkan pihak yang melakukan kegiatan pengumpulan dan penyaluran dana bantuan kemanusian tidak resisten untuk memberikan ruang bagi pengawasan oleh pemerintah.

Terlebih, aktivitas yang dilakukan oleh pihak penggalang dana dan donasi melibatkan masyarakat luas dan reputasi negara.

Lebih lanjut, ia mengatakan, pemerintah telah mengeluarkan atau menetapkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2017.

Baca juga: Baznas DKI 2 Kali Kerja Sama dengan ACT untuk Jalankan Program Pemprov DKI

Intinya, aturan itu meminta setiap organisasi masyarakat yang melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran sumbangan untuk mengenali pemberi (know your donor) dan mengenali penerima (know you beneficiary) serta melakukan pencatatan dan pelaporan yang akuntabel mengenai penerimaan bantuan kemanusiaan tersebut.

Selain itu, Ivan juga mengimbau kepada masyarakat dalam hal ini para penyumbang agar lebih berhati-hati.

Mengingat, sangat mungkin sumbangan yang diberikan dapat disalahgunakan oleh oknum untuk tujuan yang tidak baik. Maka itu, harus diperhatikan kebenaran dari penanggungjawab penerima sumbangan tersebut.

“Beberapa modus lain yang pernah ditemukan oleh PPATK diantaranya penghimpunan sumbangan melalui kotak amal yang terletak di kasir toko perbelanjaan, yang identitasnya kurang jelas dan belum dapat ipertanggungjawabkan akuntabilitasnya,” tambah dia.

Diketahui, polemik penyelewengan dana ACT ini mencuat usai adanya laporan junalistik yang dibuat majalah Tempo dengan judul "Kantong Bocor Dana Umat".

Baca juga: Pemprov DKI Evaluasi Izin Operasional ACT di Jakarta

Dalam laporan tersebut diketahui bahwa petinggi ACT disebut menerima sejumlah fasilitas mewah berupa mobil operasional jenis Alphard dan penggunaan dana donasi untuk operasional yang berlebihan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Nasional
Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Nasional
PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com