JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengusut soal dugaan penyelewengan dana di lembaga filantropis Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan mengatakan, penyelidikan dilakukan dari adanya laporan masyarakat serta temuan polisi di lapangan.
"Laporan masyarakat serta temuan Polri di lapangan juga menjadi dasar penyidik untuk melakukan penyelidikan dugaan perkara ACT," kata Whisnu saat dikonfirmasi, Kamis (7/7/2022).
Kendati demikian, Whisnu belum membeberkan lebih jauh soal pelapor dan temuan polisi tersebut. Ia juga belum banyak bicara soal penyelidikan yang tengah dilakukan jajarannya.
Baca juga: Densus 88 Dalami Temuan Aliran Dana ACT ke Anggota Al-Qaeda
Ia hanya menegaskan bahwa jajarannya sedang bekerja menyelidiki kasus itu.
Menurut dia, sejumlah pihak juga akan dimintai keterangan dalam perkara tersebut. Namun, ia masih enggan membeberkannya.
"Ada lah, nanti ya," tambah dia.
Diberitakan sebelumnya, pihak PPATK juga menemukan indikasi bahwa ada dugaan penyelewengan dana ACT untuk kepentingan pribadi dan aktivitas terorisme.
Terkait dugaan aliran dana ke kegiatan terorisme saat ini sedang didalami oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
"Densus 88 secara intensif sedang bekerja mendalami transaksi-transaksi tersebut" kata Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Densus 88 Kombes Pol Aswin Siregar.
Baca juga: ACT Akan Bersurat ke Kemensos Minta Pencabutan Izin PUB Dibatalkan
Kasus ini awalnya mencuat karena majalah Tempo membuat laporan jurnalistik yang berjudul "Kantong Bocor Dana Umat". Isinya mengungkap dugaan penyelwengan atau penilapan uang donasi oleh petinggi ACT.
Selain itu, dalam laporan tersebut diketahui bahwa petinggi ACT disebut menerima sejumlah fasilitas mewah berupa mobil operasional jenis Alphard dan penggunaan dana donasi untuk operasional yang berlebihan.
Presiden Lembaga ACT, Ibnu Hajar membenarkan gaji petinggi ACT khususnya jabatan presiden mencapai Rp 250 juta per bulan.
Gaji fantastis itu mulai diterapkan pada awal tahun 2021. Namun besaran gaji tersebut diturunkan karena donasi berkurang pada September 2021.
Lembaga juga mengakui ada pemotongan sebesar 13,7 persen dari total uang donasi yang diperoleh per tahun. Pemotongan tersebut digunakan untuk operasional termasuk membayar gaji.
Baca juga: Cara ACT Raup Untung dari Pengelolaan Donasi Menurut PPATK
Dia beralasan, banyaknya pemotongan yang dilakukan karena ACT bukanlah lembaga amal, melainkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
"Kami perlu sampaikan di forum ini bahwa ACT adalah lembaga kemanusiaan yang memiliki izin dari Kemensos, bukan lembaga amil zakat yang izinnya dari Baznas atau Kemenag. Jadi ini yang perlu kami sampaikan untuk memahami posisi lembaga Aksi Cepat Tanggap. ACT adalah NGO yang sudah berkiprah di 47 negara," ucap dia, pada 4 Juli 2022.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.