Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Ganja untuk Medis, Anggota Komisi III: Kita Tak Boleh Konservatif Rumuskan Kebijakan Narkotika

Kompas.com - 03/07/2022, 20:30 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari mengungkapkan, persoalan seorang ibu bernama Santi Warastuti yang berjuang demi anaknya, Pika, pengidap penyakit cerebral palsy harus dicarikan jalan keluarnya.

Pasalnya, Taufik menilai, pada kenyataannya terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa tanaman ganja dapat digunakan sebagai pengobatan.

"Kita tidak boleh berpandangan konservatif dalam merumuskan kebijakan narkotika," kata Taufik dalam keterangannya, Minggu (3/7/2022).

"Jika terdapat penelitian yang menunjukkan turunan dari tanaman ganja dapat digunakan sebagai pengobatan, maka kita harus memiliki pikiran terbuka untuk merumuskan perubahan kebijakan," lanjut dia.

Baca juga: Kisah Santi Perjuangkan Ganja Medis untuk Sang Putri yang Cerebral Palsy: Saya Usahakan yang Terbaik

Pria yang akrab disapa Tobas itu menilai bahwa persoalan yang dialami Santi merupakan masalah kemanusiaan dan harus dicarikan solusinya.

Namun, di sisi lain, aturan di Indonesia tidak mengizinkan tanaman ganja untuk kepentingan medis.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang menjadi lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dijelaskan bahwa sejak aturan dibuat, ganja serta seluruh produk turunannya ditempatkan sebagai narkotika golongan 1.

"Hanya dapat digunakan untuk riset dan tidak dapat untuk terapi kesehatan. Akibatnya, pasien seperti anak dari Ibu Santi yang menderita cerebral palsy tidak dapat menggunakan ganja untuk pengobatan," ungkap dia.

Baca juga: Kandungan dan Manfaat Ganja Medis yang Perlu Anda Ketahui

Tobas menjelaskan, narkotika golongan 1 adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Sehingga, menurut Tobas, dalam diskursus mengenai ganja untuk kebutuhan medis, masyarakat perlu mengetahui secara hukum dan berdasarkan UU Narkotika.

"Sebenarnya, narkotika merupakan obat, namun karena terdapat efek samping, jika tidak digunakan dengan standar pengobatan yang tepat, maka dari itu diaturlah golongan-golongan narkotika," tutur Tobas.

Baca juga: DPR Sebut Ada Wacana Pembentukan Badan Pengawas untuk Ganja Medis

Sementara itu, narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan.

Namun, narkotika golongan II juga mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Golongan III, lanjut Tobas, adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

"Selama ini ketika ada yang mengangkat isu tentang ganja untuk kebutuhan medis seringkali langsung mendapatkan stigma dan diberikan berbagai macam tuduhan," terang dia.

Baca juga: Pesan Singkat Santi Warastuti dan Upaya Melegalisasi Ganja demi Kepentingan Medis...

Padahal, Tobas menilai, di dunia internasional bahkan terus dilakukan penelitian terkait ganja untuk kepentingan medis.

Contohnya, terang Tobas, Expert Committee on Drugs Dependence (ECDD) pada 2019 memberikan rekomendasi kepada The Commision on Narcotic Drugs (CND) untuk menghapus cannabis dan cannabis resin dari Schedule IV Convention on Narcotixs Drugs 1961 dan hanya berada pada Schedule I Convention yang dimaksud.

Schedule IV ini, lanjut Tobas, hampir sama dengan narkotika golongan I di Indonesia. Sementara itu, schedule I hampir sama dengan narkotika golongan II dan III.

"Atas rekomendasi ini, CND mengadakan voting dan sebagaimana tertuang pada Decision 63/17, Deletion of cannabis and cannbis resin form Sechedule IV of the Single Convention on Narcotic Drugs of 1961 as amended by the 1972 Protocol yang disetujui oleh 27 negara dengan 25 menolak dan 1 negara abstain," jelas Tobas.

Baca juga: Dianggap Mendesak, Anggota Komisi III DPR Usul Legalitas Ganja Medis Segera Diatur Menteri Kesehatan

Meskipun terjadi perdebatan, Tobas menyatakan bahwa ganja tetap diizinkan untuk kepentingan medis dan itu menjadi keputusan badan di PBB.

Oleh karena itu, dia menginginkan semua pihak dapat mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengkaji hal ini.

"Penelitian tidak harus dilakukan dari awal karena sebelumnya telah terdapat penelitian dari berbagai negara termasuk dari komite expert di bawah PBB yang dapat dijadikan rujukan penelitian lanjutan," nilai Tobas.

Politisi Partai Nasdem itu menambahkan, di DPR, tentu pembahasan revisi UU Narkotika akan menerima masukan atau informasi baik berupa hasil penelitian ahli maupun keterangan masyarakat.

Baca juga: Komisi III DPR Rapat Dengar Pendapat soal Legalisasi Ganja Medis, Ini Hasilnya

Di sisi lain, revisi UU Narkotika diharapkan dapat mengubah paradigma kebijakan narkotika.

Sebab, menurut dia, selama ini narkotika selalu ditempatkan sebagai persoalan dan penegakan hukum semata.

"Padahal justru yang harus dikedepankan adalah penanganan kebijakan kesehatannya," tutur Tobas.

Namun, hukum dinilai tetap harus ditegakkan untuk pihak-pihak yang memanfaatkan narkotika demi kejahatan.

Sementara itu, pendekatan kesehatan digunakan untuk kemanfaatan dan kemanusiaan serta menyelamatkan anak bangsa yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika.

Baca juga: Saatnya Penelitian Ganja untuk Kesehatan Perlu Dilakukan...

Diberitakan, Santi Warastuti juga telah bertemu DPR pada Kamis (30/6/2022) lalu. Santi diundang dalam rapat dengar pendapat umum Komisi III DPR RI.

Ditemui setelah rapat, Santi mengaku optimistis bahwa pemerintah dan DPR akan segera menerbitkan aturan terkait penggunaan ganja untuk keperluan medis.

"Insya Allah, bismillah, saya optimistis untuk pelaksanaan ganja medis di Indonesia, tapi memang harus sabar, harus menunggu kebijakan dari pemangku kebijakan," kata Santi kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com