Salin Artikel

Soal Ganja untuk Medis, Anggota Komisi III: Kita Tak Boleh Konservatif Rumuskan Kebijakan Narkotika

Pasalnya, Taufik menilai, pada kenyataannya terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa tanaman ganja dapat digunakan sebagai pengobatan.

"Kita tidak boleh berpandangan konservatif dalam merumuskan kebijakan narkotika," kata Taufik dalam keterangannya, Minggu (3/7/2022).

"Jika terdapat penelitian yang menunjukkan turunan dari tanaman ganja dapat digunakan sebagai pengobatan, maka kita harus memiliki pikiran terbuka untuk merumuskan perubahan kebijakan," lanjut dia.

Pria yang akrab disapa Tobas itu menilai bahwa persoalan yang dialami Santi merupakan masalah kemanusiaan dan harus dicarikan solusinya.

Namun, di sisi lain, aturan di Indonesia tidak mengizinkan tanaman ganja untuk kepentingan medis.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang menjadi lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dijelaskan bahwa sejak aturan dibuat, ganja serta seluruh produk turunannya ditempatkan sebagai narkotika golongan 1.

"Hanya dapat digunakan untuk riset dan tidak dapat untuk terapi kesehatan. Akibatnya, pasien seperti anak dari Ibu Santi yang menderita cerebral palsy tidak dapat menggunakan ganja untuk pengobatan," ungkap dia.

Tobas menjelaskan, narkotika golongan 1 adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Sehingga, menurut Tobas, dalam diskursus mengenai ganja untuk kebutuhan medis, masyarakat perlu mengetahui secara hukum dan berdasarkan UU Narkotika.

"Sebenarnya, narkotika merupakan obat, namun karena terdapat efek samping, jika tidak digunakan dengan standar pengobatan yang tepat, maka dari itu diaturlah golongan-golongan narkotika," tutur Tobas.

Sementara itu, narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan.

Namun, narkotika golongan II juga mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Golongan III, lanjut Tobas, adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

"Selama ini ketika ada yang mengangkat isu tentang ganja untuk kebutuhan medis seringkali langsung mendapatkan stigma dan diberikan berbagai macam tuduhan," terang dia.

Padahal, Tobas menilai, di dunia internasional bahkan terus dilakukan penelitian terkait ganja untuk kepentingan medis.

Contohnya, terang Tobas, Expert Committee on Drugs Dependence (ECDD) pada 2019 memberikan rekomendasi kepada The Commision on Narcotic Drugs (CND) untuk menghapus cannabis dan cannabis resin dari Schedule IV Convention on Narcotixs Drugs 1961 dan hanya berada pada Schedule I Convention yang dimaksud.

Schedule IV ini, lanjut Tobas, hampir sama dengan narkotika golongan I di Indonesia. Sementara itu, schedule I hampir sama dengan narkotika golongan II dan III.

"Atas rekomendasi ini, CND mengadakan voting dan sebagaimana tertuang pada Decision 63/17, Deletion of cannabis and cannbis resin form Sechedule IV of the Single Convention on Narcotic Drugs of 1961 as amended by the 1972 Protocol yang disetujui oleh 27 negara dengan 25 menolak dan 1 negara abstain," jelas Tobas.

Meskipun terjadi perdebatan, Tobas menyatakan bahwa ganja tetap diizinkan untuk kepentingan medis dan itu menjadi keputusan badan di PBB.

Oleh karena itu, dia menginginkan semua pihak dapat mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengkaji hal ini.

"Penelitian tidak harus dilakukan dari awal karena sebelumnya telah terdapat penelitian dari berbagai negara termasuk dari komite expert di bawah PBB yang dapat dijadikan rujukan penelitian lanjutan," nilai Tobas.

Politisi Partai Nasdem itu menambahkan, di DPR, tentu pembahasan revisi UU Narkotika akan menerima masukan atau informasi baik berupa hasil penelitian ahli maupun keterangan masyarakat.

Di sisi lain, revisi UU Narkotika diharapkan dapat mengubah paradigma kebijakan narkotika.

Sebab, menurut dia, selama ini narkotika selalu ditempatkan sebagai persoalan dan penegakan hukum semata.

"Padahal justru yang harus dikedepankan adalah penanganan kebijakan kesehatannya," tutur Tobas.

Namun, hukum dinilai tetap harus ditegakkan untuk pihak-pihak yang memanfaatkan narkotika demi kejahatan.

Sementara itu, pendekatan kesehatan digunakan untuk kemanfaatan dan kemanusiaan serta menyelamatkan anak bangsa yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika.

Diberitakan, Santi Warastuti juga telah bertemu DPR pada Kamis (30/6/2022) lalu. Santi diundang dalam rapat dengar pendapat umum Komisi III DPR RI.

Ditemui setelah rapat, Santi mengaku optimistis bahwa pemerintah dan DPR akan segera menerbitkan aturan terkait penggunaan ganja untuk keperluan medis.

"Insya Allah, bismillah, saya optimistis untuk pelaksanaan ganja medis di Indonesia, tapi memang harus sabar, harus menunggu kebijakan dari pemangku kebijakan," kata Santi kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

https://nasional.kompas.com/read/2022/07/03/20302731/soal-ganja-untuk-medis-anggota-komisi-iii-kita-tak-boleh-konservatif

Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke