Ia menyinggung sejumlah pertanyaan mendasar terkait keberadaan IKN dan dampaknya bagi penyelenggaraan Pemilu 2024.
"Pertanyaannya, IKN provinsi atau bukan? Kalau provinsi, masuk kategori otonomi atau tidak?" ujar Hasyim kepada wartawan di kantor KPU RI, Rabu.
Sementara itu, Undang-undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN telah memuat perihal pemilu yang akan diselenggarakan di sana, yakni pemilihan presiden, anggota DPR RI, dan DPD RI
"Dengan begitu, konsekuensi elektoralnya pasti ada daerah pemilihan (dapil) baru khusus IKN untuk DPR RI, begitu pula dapil baru untuk DPD," tambahnya.
Target sebelum 2023
Terkait revisi UU Pemilu, Hasyim mengatakan, KPU ingin hal itu dibahas paling lambat akhir tahun ini.
Hal ini sehubungan dengan keberadaan sejumlah wilayah baru yang akan berdampak pada teknis kepemiluan.
"(Idealnya UU Pemilu selesai direvisi) akhir tahun," kata Hasyim Asy'ari.
Hasyim menjelaskan, pihaknya juga didesak tenggat waktu dari jadwal tahapan penyelenggaraan Pemilu yang telah diatur dalam Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022.
"Februari (2023) sudah ada kegiatan atau tahapan KPU menetapkan daerah pemilihan (dapil). Sehingga, dengan begitu, ketentuan tentang dapil harus sudah siap," ucapnya.
Selain itu, pada Mei 2023, pencalonan untuk anggota DPR RI dan DPD RI pun bakal dilangsungkan.
"Karena itu kan sebelum pencalonan sebisa mungkin urusan dapil sudah harus selesai. Idealnya begitu," imbuh Hasyim.
Menanggapi pernyataan KPU, Komisi II pun melihat antara DOB Papua dan IKN adalah dua hal yang berbeda.
Untuk DOB Papua, Komisi II meyakini terjadinya revisi UU Pemilu karena kejelasan alasan, mulai dari akan bertambahnya dapil hingga jumlah anggota DPR karena bertambahnya provinsi baru itu.
Baca juga: 3 Provinsi Baru di Papua Segera Disahkan, KPU Sebut UU Pemilu Harus Direvisi
Tetapi, alasan revisi UU Pemilu untuk IKN, dinilai masih gamang.