Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Laurentius Raymond Jr Pardamean Ph.D
Pengamat Politik dan Akademisi di Rusia

Pengamat Politik Internasional, Politik Rusia dan akademisi di Rusia - Alumnus Universitas Persahabatan Bangsa-Bangsa Rusia. Domisili: Moskow

Kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia

Kompas.com - 29/06/2022, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERJALANAN Presiden Jokowi akhir Juni 2022, yang diawali dengan menghadiri KTT G7 di Jerman dan kemudian mengunjungi Ukraina dan Rusia merupakan misi menuntaskan cita-cita Indonesia yang tertulis dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945, yakni mewujudkan perdamaian dunia.

Misi ini dikategorikan sebagai misi diplomasi tingkat tinggi dan berisiko oleh beberapa pengamat.

Para pengamat mengatakan bahwa berbekal pengalaman mendamaikan Afghanistan yang sempat mengalami konflik antarfaksi di dalamnya, bukan tidak mungkin Indonesia juga bisa mendamaikan Ukraina dan Rusia.

Sejumlah alasan dikemukakan, misalnya, kepemimpinan Indonesia di G20 di mana Rusia menjadi anggotanya dan Indonesia merupakan penentu kebijakan ASEAN soal indopacific.

Tentang alasan Indonesia netral meskipun menjadi salah satu co-inisiator proyek resolusi yang mengecam aksi Rusia di Ukraina, saya serahkan kepada para pembaca.

Menarik sekali membaca aksi berisiko Presiden Jokowi dalam kunjungannya kali ini. Bukan saja berisiko terhadap keamanan delegasi Indonesia yang ikut dalam misi tersebut, tetapi juga berisiko atas hasil atau target yang ingin dicapai oleh Indonesia lewat misi tersebut. Hasilnya bisa apa saja.

Misi ini, menurut Menlu Indonesia Bu Retno Marsudi, salah satunya mewakili kepentingan negara berkembang untuk mengantisipasi krisis pangan akibat konflik Ukraina-Rusia.

Meskipun saya pribadi lebih menganggap konflik ini bukan antara Ukraina dan Rusia saja, melainkan lebih dalam lagi merupakan konflik terbuka antara NATO dengan Rusia di tanah bersejarah bangsa Slavik, yaitu Ukraina.

Pertama, minimnya pemahaman terhadap apa yang sedang terjadi di Ukraina akan berdampak pada masuknya Indonesia dalam jebakan retorika yang dibangun sejak lama oleh negara-negara NATO yang dipimpin oleh Amerika Serikat.

Apa yang sedang terjadi di Ukraina? Proses yang terjadi dalam perspektif Rusia adalah pembebasan Ukraina terhadap paham terlarang dunia yang muncul kembali sejak delapan tahun lalu.

Ada banyak dokumen sejarah yang membuktikan bahwa sejak berakhirnya perang dunia kedua, minimal Inggris dan AS dua kali pernah merencanakan untuk menyerang Uni Soviet yang kini diwarisi oleh Rusia, salah satunya adalah dokumen Juni 1945.

Ada apa delapan tahun lalu di Ukraina? Kudeta kekuasaan dari pemerintahan yang konstitusional oleh kelompok baru yang menamakan dirinya pro-maidan atau kelompok orange and yellow revolution.

Dalam wawancaranya di media televisi AS Victoria Nuland pernah menyatakan bahwa kelompok ini terang-terangan didanai hingga 5 miliar dollar AS dengan misi: Demokratisasi Ukraina.

Proses selanjutnya adalah proses demiliterisasi Ukraina untuk menghindari perang dunia ketiga yang lebih besar skalanya dari perang saat ini.

Bayangkan saja, seandainya Ukraina masih seperti delapan tahun lalu dan kemudian masuk kedalam grup NATO dan NATO menempatkan peluncur rudal termasuk rudal nuklir yang dalam 5 menit diluncurkan bisa menjangkau Moskow. Ini artinya perang dunia ketiga dimulai.

Mengapa? Rusia punya sistem pertahanan udara: dead hand alias dalam bahasa rusia: ??????? ???? (tangan mati) yang dapat secara otomatis tanpa bantuan dari siapapun menganalisa serangan dan membalas serangannya keseluruh penjuru ketika terjadi ini semua.

Tentu saja kita semua menghindari itu, dan itulah yang juga dihindari oleh Rusia dengan cara mendemiliterisasi Ukraina.

Pemahaman inilah yang diperlukan agar bisa menentukan sikap secara netral terhadap konflik Ukraina.

Kedua, konflik atau lebih tepatnya lagi krisis Ukraina ini juga berdampak pada dikenakannya sanksi ekonomi atas Rusia dari negara-negara barat ditambah Singapura dan Jepang.

Singapura adalah negara terjauh dari semua itu yang ikut ambil bagian dalam menjatuhkan sanksi untuk Rusia.

Tentu kita tahu mengapa Singapura ikut aktif terlibat di sini. Tetapi kemudian, sanksi yang awalnya bertujuan mem-bom atom-kan ekonomi Rusia hingga luluh lantah justru berbalik kepada negara-negara yang menjatuhkannya.

Perusahaan-perusahaan besar yang keluar dari Rusia mulai menuai kerugian karena pasar terbesar mereka di eropa timur hilang.

Belum lagi cerita panjang soal kejatuhan mata uang dollar AS dan euro terhadap Rubel dan tingginya harga gas serta minyak dunia akibat sanksi yang tidak dipersiapkan matang oleh negara-negara tersebut.

Tentu kemudian, pada akhirnya rakyat biasa di negara-negara pemberi sanksi tersebutlah yang merasakan sama seperti rakyat biasa di Rusia yang merasakan kehilangan IKEA, McD, KFC, dst…

Bisa kita lihat setiap hari situasi di eropa barat dan Amerika Serikat semakin buruk ditambah musim dingin yang sebentar lagi akan datang.

Indonesia mungkin tidak terlalu terdampak akibat sanksi ini karena kita tidak menjatuhkan sanksi terhadap Rusia.

Tetapi Indonesia seperti negara-negara ASEAN lainnya pada akhirnya akan terpengaruh akibat sanksi ini.

Ketiga, krisis pangan dunia. Bahkan beberapa pengamat dunia mengatakan bahwa krisis pangan yang akan terjadi nanti diakibatkan oleh blokade terhadap ekspor gandum Ukraina oleh Rusia.

Apakah demikian? Produksi gandum Ukraina tahun ini ditambah cadangan gandum di Ukraina secara statistik berkisar maksimal 5 persen, kalaupun tidak bisa dikatakan 1 persen dari kebutuhan gandum dunia.

Yang menariknya lagi, ada beberapa tabiat aneh yang dilakukan oleh Uni Eropa dan AS dalam krisis gandum ini.

Pertama, negara-negara eropa barat dan AS meminta Rusia untuk mengirimkan gandum tersebut ke eropa barat.

Kedua dikatakan dalam banyak sumber resmi UE dan AS bahwa gandum Rusia tidak masuk dalam daftar sanksi, tetapi seluruh moda transportasi dari dan yang berbendera Rusia di bawah perusahaan-perusahaan logistik Rusia dilarang masuk ke eropa dan Amerika karena masuk dalam daftar sanksi terbaru edisi keenam.

Bukan hanya itu, produk turunan minyak bumi Rusia, yakni pupuk dan bahan kimia lainnya yang diperlukan untuk lahan pertanian dan perkebunan di manapun di seluruh dunia juga masuk dalam daftar sanksi.

Ini artinya memang benar bahwa mulai pada akhir 2023, akan terjadi krisis pangan di seluruh dunia.

Indonesia pada akhirnya memang akan terpengaruh juga akibat sanksi terhadap gandum, pupuk dan perusahaan logistik Rusia.

Keempat, misi perdamaian Jokowi ke Ukraina lalu ke Rusia semestinya diawali dengan perjalanan ke Moskow, dilanjutkan dengan Kiev, lalu ke forum G7.

Mengapa? Karena informasi yang minim sekali di Indonesia adalah perspektif Rusia.

Begitu banyak sumber dan media propaganda barat di tanah air kita meskipun sumber Rusia mulai bermunculan.

Tetapi tetap saja tidak seimbang karena sumber pengambilan keputusan dan kebijakan di tanah air kita lebih besar berasal dari sumber-sumber berita dan informasi dari negara-negara barat.

Kalau memang kita ingin tetap netral dan mendamaikan semua pihak baik NATO, Rusia dan Ukraina, kita harus berusaha juga memahami perspektif Rusia melihat ini semua.

Dalam konteks ini, akan menjadi jauh lebih efektif seandainya perjalanan tersebut diawali dari Rusia kemudian ke Ukraina dan teman-temannya.

Penutup, Presiden Jokowi sudah dalam perjalanan dari Eropa ke Kiev dan kemudian ke Moskow.

Harapannya, seperti harapan banyak WNI yang berada di Rusia maupun di Ukraina, agar Presiden mampu kembali mengajak semua pihak untuk menghentikan perang karena perang selalu menyengsarakan semua pihak.

Di Rusia, Presiden Jokowi bisa secara elok dan hati-hati mengajak Presiden Rusia Vladimir Putin untuk kembali memikirkan untuk menyelesaikan konflik ini dengan cara masuk dalam jalur diplomasi.

Tentu saja ini dengan memberikan pemahaman tentang efek perang secara berkepanjangan terhadap ekonomi dunia yang sekarang mulai goyah akibat perubahan besar-besaran rantai logistik, harga dst…

Selain itu, ini juga tak kalah penting, Presiden Jokowi bisa memulai pembicara tentang peningkatan hubungan dagang dan ekonomi secara umum dengan Rusia yang mulai mengarahan pandangannya ke Asia sejak sanksi dijatuhkan.

Ada pepatah kuno Rusia yang mengatakan, dalam setiap masalah genting sekalipun selalu terdapat peluang besar.

Di sinilah peluang Indonesia untuk menggantikan peran eropa dan barat di Rusia. Indonesia harus mampu mengambil tiap kesempatan penting dalam konflik ini demi memasarkan produk unggulan Indonesia di Rusia seperti kopi, sawit, produk kimia pangan, karet, lobster, dll.

Dan sebaliknya memanfaatkan momentum ini untuk mendapatkan deal yang sesuai dengan Rusia untuk produk-produk kesehatan, militer, migas dll dari Rusia.

Dan terhadap Ukraina, Presiden Jokowi bisa memberikan nasihat agar bersikap tegas untuk menolak atau minimal tidak meminta lagi pengiriman senjata kepada negara-negara seperti Jerman, Amerika Serikat yang bergabung dalam blok NATO.

Dengan memperpanjang pasokan senjata dari NATO ke Ukraina, konflik langsung antara Moskow dengan Washington dan NATO akan mungkin sekali terwujud. Dan ini artinya: Perang Dunia ketiga.

Kita tidak ingin ini terjadi karena tidak akan ada pemenang dalam perang seperti ini.

Penting sekali untuk memahami karakter bangsa Rusia yang sangat sabar. Namun kesabaran ini bisa selesai ketika mereka terdesak dan tidak punya pilihan lagi seperti yang terjadi dalam sejarah perang di dunia mulai dari perang dunia pertama, perang dunia kedua dan semoga tidak berlanjut.

Akhirnya, kita hanya bisa berharap Presiden Jokowi juga dipersenjatai dengan kebijaksanaan dan cita-cita mewujudkan Indonesia maju yang dipandang dunia seperti yang pernah dicita-citakan oleh Proklamator serta Pemimpin legendaris Indonesia Presiden Pertama Republik Indonesia Sukarno. Bisa? Tentu saja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com