Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas Perempuan Dorong RUU KIA Atur Hak Keibuan bagi Buruh Perempuan di Sektor Informal

Kompas.com - 24/06/2022, 09:24 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.comKomnas Perempuan mendorong Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) juga mengatur soal hak-hak keibuan/maternitas bagi buruh perempuan yang bekerja di sektor informal.

Sejauh ini, RUU KIA yang sedang digodok DPR RI menuai apresiasi karena dianggap cukup progresif dalam memberikan hak-hak keibuan bagi buruh perempuan.

Baca juga: RUU KIA Diharapkan Tak Bikin Buruh Perempuan Jadi Dipersulit Kerja

Saat ini, pengaturan hak keibuan bagi buruh perempuan masih merujuk pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yakni hak cuti melahirkan selama 3 bulan dan 1,5 bulan keguguran, tanpa peniadaan upah dan konsekuensi pemberhentian kerja.

“Tentunya, pengaturan ini hanya berlaku bagi pekerja di sektor formal, padahal lebih banyak lagi perempuan yang bekerja di sektor informal. Termasuk di antaranya adalah perempuan pekerja rumah tangga yang upaya advokasi pelindungan hukumnya telah berjalan hampir dua dekade,” jelas Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Kamis (23/6/2022).

Baca juga: Komnas Perempuan Ungkap Potensi Domestikasi Perempuan dalam RUU KIA

Komnas Perempuan mendorong DPR untuk mengenali kebutuhan legislasi produk hukum baru dan harmonisasi peraturan perundang-undangan, seandainya RUU KIA kelak disahkan menjadi undang-undang.

Salah satunya, Komnas Perempuan mendesak Dewan supaya segera membahas kembali dan mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). RUU PPRT pertama kali masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak 2004, tetapi mandek hingga sekarang.

Baca juga: Plus Minus Cuti Melahirkan 6 Bulan seperti Usulan dalam RUU KIA

“Sehingga, perempuan yang bekerja di sektor ini dapat menikmati hak maternitas yang dilindungi dalam RUU KIA. Untuk itu diperlukan kejelasan waktu untuk memastikan proses legislasi baru dan harmonisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan,”jelas perempuan yang akrab disapa Yeni itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com