JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani mengingatkan adanya potensi domestikasi peran perempuan dalam draf Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) yang sedang digodok DPR RI.
Domestikasi secara sederhana dipahami sebagai penomorduaan peran perempuan hanya berkisar pada urusan kerumahtanggaan.
Baca juga: Pengusul RUU KIA: Cuti Melahirkan 6 Bulan Justru Tingkatkan Produktivitas Ibu Bekerja
RUU KIA dikhawatirkan akan membuat domestikasi ini menjadi baku.
“(Komnas Perempuan) mengidentifikasi adanya risiko pembakuan peran domestik berbasis gender terhadap perempuan,” ujar Yeni, sapaan Andy Yentriyani dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com pada Kamis (23/6/2022).
Ia mencontohkan, risiko domestikasi peran perempuan ini tampak dalam pengaturan yang terkesan menegaskan kewajiban seorang ibu pada tanggung jawab pengasuhan.
“Seperti dalam Pasal 4 ayat (1) huruf I, tentang hak untuk mendapatkan pendidikan perawatan, pengasuhan (parenting) dan tumbuh kembang anak; pasal 4 ayat (2) huruf d tentang hak cuti untuk kepentingan terbaik anak, dan pasal 10 ayat (1) mengenai kewajiban Ibu,” kata Yeni.
Baca juga: RUU KIA Diharapkan Tak Bikin Buruh Perempuan Jadi Dipersulit Kerja
Dalam pasal 10, misalnya, seorang ibu diwajibkan melakukan 9 hal yang diatur dalam RUU KIA, yaitu a) menjaga kesehatan diri selama kehamilan; b) menjaga kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak sejak masih dalam kandungan; c) memeriksakan kesehatan kehamilan secara berkala; d) mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak dengan penuh kasih sayang; e) mengupayakan pemberian air susu Ibu paling sedikit 6 (enam) bulan kecuali ada indikasi medis, ibu meninggal dunia, atau ibu terpisah dari anak; f) memberikan penanaman nilai keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan budi pekerti pada anak; g) mengupayakan pemenuhan gizi seimbang bagi anak; h) mengupayakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang Anak; dan i) memeriksakan kesehatan ibu dan anak secara berkala pada fasilitas kesehatan.
Baca juga: Plus Minus Cuti Melahirkan 6 Bulan seperti Usulan dalam RUU KIA
Sembilan hal tersebut memang lazim dianggap sebagai hal-hal yang diharapkan dapat dilakukan oleh seorang ibu kepada buah hatinya.
Tetapi, 9 hal itu dinilai tak perlu dibakukan sebagai kewajiban ibu di dalam produk hukum.
“Pengaturan serupa ini juga mengurangi peran ayah, yang pada pasal 10 ayat (2) dinyatakan memiliki kewajiban bersama dengan Ibu dalam tanggung jawab memastikan kesejahteraan anak,” ujar Yeni.
Baca juga: Pengusul RUU KIA Ungkap Pentingnya Cuti 6 Bulan bagi Ibu yang Baru Melahirkan
Meskipun demikian, Komnas Perempuan juga mengapresiasi secara garis besar RUU KIA yang sebelumnya pun dianggap cukup progresif dalam mengatur hak-hak perempuan, terutama dalam pemberian hak cuti bagi ibu hamil/melahirkan selama 6 bulan.
“Sejumlah negara atau organisasi masyarakat sipil juga sudah menetapkan hal serupa,” kata Yeni.
“Komnas Perempuan juga mengapresiasi adanya perhatian khusus pada keterhubungan hak maternitas dengan isu kekerasan terhadap perempuan dan pada kebutuhan perempuan penyandang disabilitas dalam mengakses hak maternitas,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.