JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang menyebutkan bahwa pihaknya berencana terbang ke Merauke, Papua, Jumat (24/6/2022) sehubungan dengan upaya DPR RI mengebut pembahasan tiga rancangan undang-undang berkaitan dengan pemekaran Provinsi Papua.
"Nanti, jam 02.00, kita akan ke Papua, kita ke Merauke juga, untuk bisa menampung aspirasi," kata Junimart kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (23/6/2022).
Politikus PDI-P tersebut mengatakan bahwa kedatangan mereka ke Provinsi Papua untuk bertemu para tokoh masyarakat serta kepala daerah guna membicarakan rencana pemekaran wilayah ini.
Baca juga: Rapat Pembahasan Pemekaran Papua di DPR Ditutup untuk Umum
Rangkaian kerja Komisi II DPR RI di Papua, kata dia, dijadwalkan hingga Minggu (26/6/2022).
"Kami harapkan semuanya lancar jaya," kata dia.
"Ada riak-riak kecil yang mungkin kami dengar kontra untuk ini, sehingga kami datang ke sana untuk menampung aspirasi apa yang sesungguhnya mereka harapkan," ujar Junimart.
Aspirasi yang mereka jaring dari kunjungan ke Bumi Cenderawasih itu bakal diakomodasi dalam kajian tim perumus dan tim sinkronisasi.
"Ngapain kami datang kalau hanya datang begitu saja. Sepanjang (aspirasi) itu urgen, kami masukkan. Sangat bisa (mengakomodasi aspirasi), sebelum masuk ke Paripurna," ujar dia.
Adapun tiga provinsi baru akan dibentuk di Papua sebagai pemekaran wilayah Provinsi Papua, yakni Papua Selatan, Papua Tengah, dan Pegunungan Tengah.
Baca juga: Rapat Panja DPR Bahas 3 RUU Pemekaran Papua Diskors, Ini Sebabnya
RUU itu disahkan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dalam rapat pleno yang digelar Rabu (6/4/2022).
Dalam rapat pleno, semua fraksi di Baleg menyatakan setuju terhadap RUU tentang tiga provinsi tersebut.
Namun, hal ini menuai kontroversi karena prosesnya dilakukan secara sepihak dan tidak partisipatif.
Papua dan Papua Barat memperoleh otonomi khusus (otsus) melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus.
Dalam peraturan itu, pemekaran wilayah di Papua hanya dilakukan atas persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP), lembaga negara yang atas amanat otonomi khusus menjadi representasi kultural orang asli Papua (OAP).
Dalam perjalanannya, UU Otsus itu sempat direvisi pada 2008. Lalu, pada 2021, bertepatan dengan usainya Otsus, evaluasi pun dilakukan.
Hasil evaluasi oleh Jakarta, UU Otsus dinilai perlu direvisi lagi oleh DPR RI, menghasilkan sejumlah perubahan baru terkait pelaksanaan otsus di Papua.
Beleid tentang pemekaran wilayah, misalnya, dimodifikasi.
Selain atas persetujuan MRP, pemekaran wilayah di Papua dapat dilakukan oleh pemerintah pusat.
Evaluasi dan revisi ini disebut tanpa melibatkan orang Papua, dalam hal ini melalui MRP.
MRP pun menggugat UU Otsus ini ke Mahkamah Konstitusi sejak tahun lalu dan proses ajudikasi masih berjalan hingga sekarang.
Di sisi lain, pemekaran ini dianggap minim kajian dan urgensi serta justru dikhawatirkan akan memperburuk krisis kemanusiaan akibat konflik bersenjata di sana.
Hal yang paling kasat mata, pasukan keamanan di Bumi Cenderawasih bakal bertambah secara besar-besaran sebagai konsekuensi langsung dari pembentukan 3 provinsi baru.
Dilihat dari kacamata Jakarta, masuknya aparat keamanan dalam jumlah besar selaras dengan keperluan untuk mengamankan investasi dan bisnis serta meredam aspirasi kemerdekaan Papua.
Baca juga: Bertemu Mendagri, Gubernur Lukas Enembe Tegaskan Dukungan Otsus dan Pemekaran Papua
Provinsi-provinsi baru itu akan memiliki kodam dan polda baru, beserta satuan-satuan di bawahnya yang berdampak pada distribusi pasukan keamanan yang kian masif.
Tanpa pemekaran saja, Kabupaten Intan Jaya yang kerap jadi pusat konflik antara TNI dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) mengalami lonjakan pos militer dari 2 pada 2019 menjadi 17 pos pada 2021 karena "alasan keamanan", berdasarkan data Amnesty Internasional.
Padahal, pengerahan pasukan keamanan dalam jumlah besar di Papua sejak 2019 telah menjadi sorotan dan dianggap kontraproduktif dalam upaya mencari jalan damai atas masalah politik di Papua.